Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhillah, mengkritisi mandatory spending atau anggaran belanja untuk bidang kesehatan yang diakomodir dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
Harif mengkritik karena RUU Kesehatan yang masuk pembahasan tahap dua di DPR. Menurut dia, dalam RUU itu justru menghapuskan mandatory spending untuk sektor kesehatan.
Tentunya kebijakan itu akan mengesampingkan kesejahteraan para tenaga kesehatan (nakes).
"Yang semula 5 persen APBN dan 10 persen di APBD. Apa yang terjadi itu kalau dihilangkan?" kata Harif di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/7/2023).
"Hari ini tenaga perawat itu lebih dari 80 ribu orang berstatus sebagai tenaga honor dan sukarelawan yang daerah, bahkan negara pemerintah pusat tidak mampu memberikan gaji, memberikan kompensasi untuk kerja-kerja mereka yang melayani rakyat di daerah daerah terpencil," lanjut dia.