Penangkapan terhadap 19 orang termasuk Mustofa berawal dari adanya aksi penyuapan dari Pemkab kepada anggota DPRD Lampung Tengah. Mustofa, kata Laode, ingin meminjam uang sebesar Rp 300 miliar ke PT SMI, sebuah BUMN yang dikelola Kementerian Keuangan. Dana itu dibutuhkan untuk pembangunan proyek infrastruktur milik Kementerian PUPR.
"Mereka bisa menggunakan APBD untuk mengganti dana pinjaman BUMN. Tapi, bupati tidak bisa melakukannya seorang diri dan harus ada persetujuan dari DPRD. Untuk menyamarkan komunikasi mereka, maka mereka menggunakan kode bernama 'cheese'. Kalau gak ada kejunya, maka persetujuannya tidak akan disetujui," kata Laode.
Anggota DPRD meminta uang persetujuan senilai Rp 1 miliar. Lalu, Pemkab kemudian menggunakan dana taktis dari Pemda senilai Rp 100 juta dan Rp 900 juta dengan menodong ke pihak kontraktor yang sering mendapat proyek di area Lampung Tengah.
Mantan dosen di Universitas Hasanuddin itu mengaku kecewa karena praktik tersebut justru masih subur di Indonesia. Laode bahkan menyebut aksi menodong uang dari pihak eksekutif oleh legislatif sebagai aksi memalak.
"Uang ketok atau uang TTD ini betul-betul membuat sesuatu menjadi tidak sehat. Ini harus menjadi perhatian negara dan pengurus parpol," tutur dia.