Jakarta, IDN Times - Kementerian Kesehatan mencatat sejak kasus Omicron diumumkan ditemukan di Indonesia pertengahan Desember 2021 hingga Februari 2022 tercatat ada 5.013 pasien yang meninggal. Bahkan, 158 pasien di antaranya masih berusia 0-5 tahun.
Hal ini pertanda galur Omicron tidak bisa dinyatakan ringan. Sebab, angka kematian tetap ada. Bahkan, angka kematian harian pada 2 Maret mencapai 376. Ini menjadi angka kematian tertinggi sepanjang 2022.
"Risiko kematian pasien yang tinggi terjadi pada pasien yang belum menerima vaksin secara lengkap, lansia, dan memiliki (penyakit) komorbid," ungkap Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi ketika memberikan keterangan pers secara virtual dan dikutip pada Jumat, (4/3/2022).
Jumlah pasien meninggal akibat belum divaksinasi mencapai 69 persen dari 5.013. Sementara, 45 persen pasien meninggal akibat memiliki penyakit komorbid.
"(Penyakit) komorbid terbanyak yang ditemukan di pasien adalah diabetes melitus. Bahkan, 21 persen pasien memiliki (penyakit) komorbid lebih dari satu," kata dia.
Sedangkan, jumlah pasien yang meninggal karena lansia mencapai 57 persen. Di sisi lain, jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit menurut Kemenkes per 26 Februari 2022 mencapai 28.027. Menurut Nadia, mayoritas dari mereka tak menunjukkan gejala atau memiliki gejala ringan.
"Kami mengimbau pasien COVID-19 yang tanpa gejala atau memiliki gejala ringan yang tak mempunya komorbid atau lansia, sebaiknya tetap melakukan perawatan di rumah. Isoman di rumah juga harus mengikuti sejumlah persyaratan," ujarnya lagi.
Lalu, bila angka kematian akibat Omicron masih tinggi, apakah pemerintah berarti kerap meremehkan varian yang kali pertama dilaporkan muncul di Afrika Selatan itu?
Kementerian Kesehatan mencatat sejak kasus Omicron diumumkan ditemukan di Indonesia pertengahan Desember 2021 hingga Februari 2022 tercatat ada 5.013 pasien yang meninggal. Bahkan, 158 pasien di antaranya masih berusia 0-5 tahun.
Hal ini pertanda galur Omicron tidak bisa dinyatakan ringan. Sebab, angka kematian tetap ada. Bahkan, angka kematian harian pada 2 Maret mencapai 376. Ini menjadi angka kematian tertinggi sepanjang 2022.
"Risiko kematian pasien yang tinggi terjadi pada pasien yang belum menerima vaksin secara lengkap, lansia, dan memiliki (penyakit) komorbid," ungkap Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi ketika memberikan keterangan pers secara virtual dan dikutip pada Jumat, (4/3/2022).
Jumlah pasien meninggal akibat belum divaksinasi mencapai 69 persen dari 5.013. Sementara, 45 persen pasien meninggal akibat memiliki penyakit komorbid.
"(Penyakit) komorbid terbanyak yang ditemukan di pasien adalah diabetes melitus. Bahkan, 21 persen pasien memiliki (penyakit) komorbid lebih dari satu," kata dia.
Sedangkan, jumlah pasien yang meninggal karena lansia mencapai 57 persen. Di sisi lain, jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit menurut Kemenkes per 26 Februari 2022 mencapai 28.027. Menurut Nadia, mayoritas dari mereka tak menunjukkan gejala atau memiliki gejala ringan.
"Kami mengimbau pasien COVID-19 yang tanpa gejala atau memiliki gejala ringan yang tak mempunya komorbid atau lansia, sebaiknya tetap melakukan perawatan di rumah. Isoman di rumah juga harus mengikuti sejumlah persyaratan," ujarnya lagi.
Lalu, bila angka kematian akibat Omicron masih tinggi, apakah pemerintah berarti kerap meremehkan varian yang kali pertama dilaporkan muncul di Afrika Selatan itu?