Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Massa Aksi Kamisan Medan menggelar unjuk rasa penolakan RKUHP disela kunjungan Presiden Jokowi di Kota Medan, Kamis (7/7/2022). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Jakarta, IDN Times - Draf terbaru Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) final diantar oleh Pemerintah ke DPR RI pada Rabu (6/7/2022). Jalan panjang RKUHP menimbulkan banyak polemik di tengah masyarakat, tak sedikit yang bersuara pada pasal-pasal yang dirasa tak berpihak pada publik.

Pakar Hukum dan Tata Negara, Bivitri Susanti, menjelaskan, urgensi rekodefikasi KUHP harus membawa paradigma baru yang lebih modern serta lebih kekinian tentang hukum pidana.

"Menurut saya urgent kalau RKUHP-nya sudah membawa paradigma baru yang lebih modern dan kekinian tentang hukum pidana. Kita gak boleh dikasih ketakutan-ketakutan, dikasih sanksi pidana seperti dulu hukum pidana zaman kolonial," kata dia saat berbincang dalam diskusi daring "Ngobrol Seru: Kupas Tuntas RKUHP" by IDN Times, Selasa (12/7/2022).

1. KUHP saat ini peninggalan Belanda

ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Bivitri mengatakan, KUHP merupakan induk peraturan hukum pidana di Indonesia. Nama asli dari KUHP adalah Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI) yang merupakan peninggalan Belanda.

"Berlaku di Indonesia, gara-gara waktu kita merdeka. Memang ada aturan peralihan undang-undang dasar yang menyebabkan KUHP peninggalan Belanda itu berlaku buat kita," kata Bivitri.

Menurutnya, karena merupakan peninggalan Belanda, maka ada keinginan yang kuat agar Indonesia yang merdeka memiliki KUHP sendiri. KUHP yang lebih sesuai dengan kondisi Indonesia merdeka, bukan jajahan, dan sesuai perkembangan zaman.

2. Indonesia butuh aturan, tapi paradigma saat ini berbeda

Editorial Team

Tonton lebih seru di