Bahtiar Baharuddin, Dirjen Polpum Kemendagri yang ditunjuk sebagai Pj Gubernur Sulsel/Istimewa
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bachtiar menyebut sistem pilkada dipilih langsung seperti saat ini sulit menghasilkan pemimpin yang ahli dalam kenegaraan atau negarawan.
“Kasih saja contoh saya, 500 kepala daerah di Indonesia yang negarawan. Satu saja atau dua gitu. Sangat sulit kita mendapatkan itu,” kata Bachtiar dalam diskusi panel acara peluncuran Indeks Prestasi Pilkada (IPP) 2024 yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI di Hotel Pullman Central Park, Jakarta Barat, Sabtu (18/10/2025). 
Padahal kepala daerah diharapkan bisa memiliki sikap negarawan, agar nantinya dapat lanjut ke kursi kepemimpinan menjadi legislator, menteri, bahkan presiden.
“Hari ini kita tidak dapatkan itu dengan sistem yang kita buat,” tutur Bachtiar.
Oleh sebab itu, ia berharap, sistem pemilihan langsung dan pileg proporsional terbuka bisa dibahas dengan serius jelang revisi Undang-Undang Pemilu. Terutama mempertimbangkan, apakah sistem pemilihan yang sudah diterapkan sejak 2009 ini masih relevan atau tidak untuk kembali dipakai pada proses pemilu dan pilkada mendatang. 
“Maka nanti ke depan ini kita akan membicarakan tentang revisi undang-undang pemilihan kepala daerah, terus terang, kita harus bicarakan serius ini, masih relevan kah tidak ini,” ujar Bachtiar.
“Faktanya sistem-sistem dengan model-model yang kita buat seperti ini, dengan (pemilihan) langsung seperti ini, ternyata tidak menghasilkan kepala daerah yang kita harapkan menjadi negarawan di tingkat daerah,” pungkasnya.
Sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilihan legislatif di mana pemilih memilih langsung calon anggota legislatif (caleg). Indonesia pernah menerapkan sistem proporsional tertutup atau terbuka terbatas pada tahun 1999 dan 2024. Pemilih kala itu mencoblos partai politik, bukan caleg secara langsung. Kursi diberikan berdasarkan nomor urut caleg di daftar partai.
Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008, MK menyatakan bahwa suara terbanyak dari calon legislatif harus menjadi dasar penentuan siapa yang terpilih, bukan lagi nomor urut partai. Dampak putusan itu, sistem proporsional terbuka murni mulai resmi berlaku sejak Pemilu 2009, dan terus digunakan sampai 2024.
Sementara, untuk penyelenggaraan pilkada di Indonesia ialah menggunakan sistem pemilihan langsung. Di mana rakyat sebagai pemilih bisa mencoblos langsung calon kepala daerah. Sedangkan usulan pilkada dipilih oleh DPRD, artinya rakyat tidak bisa memilih langsung kepala daerah dalam pilkada. Kepala daerah dipilih diwakili oleh anggota DPRD.