Jakarta, IDN Times - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, menilai putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23/P/HUM/2024 yang meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengubah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) soal batas usia calon gubernur dan calon wakil gubernur, merupakan sebuah kekecauan di dunia hukum.
Sebab, menurut Feri, tidak ada yang keliru dalam PKPU Nomor 9 Tahun 2020 itu mengenai calon pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan atau wali kota dan wakil wali kota. Dalam PKPU tersebut tertulis untuk bisa menjadi calon gubernur dan calon wakil gubernur, minimal berusia 30 tahun.
"Apa yang dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) betul-betul bermasalah. Tidak membaca undang-undang kah mereka? Apakah mereka tidak paham konsep judicial review (JR) terhadap PKPU atau peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang?" ujar Feri ketika dihubungi, Kamis (30/5/2024).
"Bahwa apa yang sudah diatur di dalam undang-undang kalau sudah berkesesuaian dengan peraturan di bawah undang-undang, seperti PKPU, maka dia tidak ada masalah," tegasnya.
PKPU sebelumnya adalah aturan teknis yang tidak melabrak ketentuan undang-undang mengenai pemilihan kepala daerah tahun 2016. Oleh sebab itu, pemeran film dokumenter Dirty Vote tersebut menilai putusan MA itu bukan cerminan tidak paham.
Melainkan, kata Feri, diduga kuat ada kesengajaan, dalam rangka kisah masa lalu, di mana 'anak raja' dapat menabrak undang-undang. Sehingga, proses pemilu presiden (Pilpres) bisa berlangsung sesuai dengan kehendak Istana.
"Kali ini terjadi lagi. Menurut hemat saya, bila motifnya memang politis, kenapa tidak dilakukan jauh-jauh hari? Kenapa baru jelang pertandingan lagi, seolah tidak berhenti menyiksa perasaan politik publik," tutur dia.
Putusan MA, kata Feri, dianggap semakin melukai perasaan publik di tengah kemunculan rancangan aturan yang kontroversial. Mulai dari revisi UU Penyiaran, revisi UU MK, hingga Peraturan Pemerintah (PP) soal tabungan perumahan rakyat (Tapera).