Jakarta, IDN Times - Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti, mengatakan, Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) sejak awal memiliki motif untuk menunda tahapan Pemilu 2024.
Indikasi itu terlihat dari tidak adanya gugatan berisi tuntutan agar Prima diakui menjadi partai peserta Pemilu 2024. Wakil Ketua Umum Prima, Ahmad Suluh Rifai, justru menganggap gugatan sengaja dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) karena sudah merasa buntu untuk memperjuangkan hak sipilnya.
"Kami akui kami sudah mentok, gak bisa (memperjuangkan menjadi partai peserta pemilu). Sejak awal kami juga sudah mengatakan bahwa protes kami bukan untuk menjadi peserta pemilu. Tetapi, ada hak demokratis dan hak sipil kami yang ditolak oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum)," ungkap Ahmad ketika berbicara di program Ngobrol Seru bersama IDN Times dan dikutip dari Instagram pada Senin, (6/3/2023).
Prima gagal lolos tahapan verifikasi faktual dan menjadi peserta Pemilu 2024. Mereka sudah melayangkan gugatan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tetapi ditolak.
Gugatan serupa juga dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), tetapi majelis hakim juga menolak gugatan tersebut. Ahmad pun merasa hak sipil Prima telah dizalimi. Padahal, menurut mereka, persyaratan yang harus dilewati sudah berhasil dipenuhi.
Di sisi lain, pernyataan Ahmad berbeda dari kalimat yang disampaikan oleh Ketua Umum Prima, Agus Jabo Priyono. Dalam keterangan persnya pada pekan lalu, Agus menegaskan, yang diinginkan oleh Prima hanya bisa menjadi partai peserta Pemilu 2024.
Ia pun menyadari bahwa PN Jakpus bukan tempat yang tepat untuk mengajukan gugatan tentang sengketa pemilu.
"Makanya, yang kami ajukan ke sana adalah perbuatan melawan hukum (PMH) yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, yakni KPU," ujar Agus pada 3 Maret 2023 lalu di Jakarta.
Apakah setelah adanya putusan PN Jakpus ini, Prima bisa menjadi parpol peserta Pemilu 2024?