Jakarta, IDN Times - Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengatakan, untuk membebaskan pilot Susi Air, Kapten Philips Mark Mehrtens, tak bisa langsung dilakukan lewat operasi militer. Pembebasan itu, kata Yudo, harus dilakukan dengan cara persuasif. Hal tersebut lantaran yang disandera adalah warga asing.
"Kami masih terus laksanakan (upaya pembebasan) bersama TNI dan Polri. Bahwasanya ini adalah proses penegakan hukum, tidak bisa kita langsung laksanakan operasi militer dan tentunya kita tetap mengedepankan penegakan hukum. Karena ini orang asing yang disandera KKB, dan tentunya kami tetap upayakan dengan cara-cara persuasif," ungkap Yudo, Rabu (22/2/2023), di Denpasar, Bali.
Ia menyebut, sejauh ini pihak TNI-Polri sudah melakukan upaya negosiasi dengan melibatkan pemerintah daerah (Pemda), tokoh agama dan tokoh masyarakat. "Kami tidak bisa menyelesaikan ini dengan cara militer yang langsung menyerang. Bukan itu. Kami sudah melaksanakan negosiasi dengan mengutamakan pemerintah daerah, tokoh agama dan tokoh masyarakat," tutur mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) itu.
Yudo menambahkan, upaya persuasif lebih diutamakan bukan semata-mata karena ada WNA yang disandera. Melainkan ada sejumlah warga yang bakal terdampak seandainya operasi militer langsung dilakukan.
Ia pun menepis ada penambahan pasukan khusus di Papua untuk kepentingan operasi pembebasan pilot Susi Air tersebut. Menurut Yudo, yang terjadi hanya terjadi pergantian pasukan saja.
"Itu kemarin pergantian pasukan yang sudah ada di sana tidak menambah pasukan. Dan pasukan yang sudah ditugaskan di sana yang BKO adalah Polri. Ada juga pasukan-pasukan organik yang sudah standby di sana," katanya.
Lalu, mengapa Yudo meminta isu terkait penyanderaan pilot Susi Air tidak dibesar-besarkan di ruang publik?