Ilustrasi buruh atau pekerja saat demonstrasi. (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Lebih dari itu, dia menyebut, prinsip “Dana Amanah” akan menjadi dana “private” yang dikontrol menteri akan menurunkan imbal hasil program JHT bagi saldo JHT pekerja, serta imbal hasil program jaminan sosial ketenagakerjaan lainnya yang akan mempengaruhi kualitas pelayanan seluruh program tersebut.
Arief membeberkan, pengelolaan dana pekerja oleh BPJS Ketenagakerjaan yang saat ini sekitar Rp630 triliun akan mudah dikendalikan Menteri Ketenagakerjaan. Partai politik akan leluasa mengendalikan pengelolaan investasi dana pekerja tersebut. Demikian juga aset bersih Dana jaminan sosial (DJS) Program JKN di BPJS Kesehatan yang saat ini sudah mencapai Rp54,7 triliun serta pendapatan iuran JKN yang mencapai Rp143 triliun (Data akhir Desember 2022) akan rawan digunakan untuk kepentingan lain di luar program JKN.
Dampaknya akan berpotensi menciptakan defisit pembiayaan JKN yang akan berdampak langsung pada penurunan pelayanan JKN kepada masyarakat. Beberapa kasus kerugian pengelolaan dana JAMSOSTEK pada saat masih menjadi BUMN hingga dipidananya direktur utama PT. JAMSOSTEK pada waktu yang lalu merupakan gambaran umum ketika pengelolaan dana jaminan sosial sarat dengan kepentingan pribadi dan politik.
Sementara itu, maraknya kasus kegagalan investasi yang dialami BUMN asuransi seperti Jiwasraya dan PT ASABRI beberapa waktu yang lalu merupakan contoh gagalnya pengelolaan dana peserta ketika direksi tidak memiliki kewenangan penuh dan independen.
Dia menegaskan, kehadiran RUU Kesehatan menjadi antitesis perjuangan gerakan serikat pekerja/serikat buruh bersama kelompok tani, nelayan, mahasiswa, dan kelompok masyarakat lainnya yang tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS). KAJS di medio 2009 hingga 2011 dengan tegas memperjuangkan lahirnya UU BPJS sebagai badan hukum publik dengan kewenangan dan tugas yang independen dan bertanggung jawab langsung ke Presiden.
KAJS menolak pengelolaan jaminan sosial di bawah kontrol menteri dan berstatus BUMN. BPJS harus bebas dari intervensi menteri, kepentingan politik perorangan, maupun partai politik. Bila RUU Kesehatan akan mengembalikan BPJS seperti BUMN dan memosisikan menteri mengontrol BPJS, RUU Kesehatan menjadi kemunduran besar bagi cita-cita jaminan sosial yang berkualitas dan RUU Kesehatan menjadi penghianatan besar atas perjuangan KAJS.
Atas permasalahan yang akan timbul dengan revisi UU BPJS pada RUU Kesehatan dan untuk memastikan peningkatan manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan dan Kesehatan, serta keamanan dan peningkatan investasi dana kelola di BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, sudah seharusnya Baleg DPR RI dan Pemerintah mengeluarkan UU BPJS dari RUU Kesehatan. (WEB)