Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan bentrok antar pekerja Indonesia dengan TKA (Tenaga Kerja Asing) China di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) dipicu kasus tewasnya dua pekerja lokal. Mereka adalah Nirwana Selle dan I Made Defri yang tewas terpanggang hidup-hidup pada 22 Desember 2022 lalu.
Mereka ikut terbakar lantaran salah satu tungku di smelter meledak pada Kamis dini hari itu. Sementara, ketika kebakaran terjadi, Nirwana dan Made sedang berada di dalam crane yang setinggi lima lantai. Keduanya tak bisa menyelamatkan diri karena tak ada jalan keluar darurat dari crane.
Maka, Said mendesak agar pemerintah pusat segera sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang berlaku di perusahaan nikel asal China itu. "Kami meminta sudah bukan ke level pemda lagi, tapi pemerintah pusat. Karena ini berbahaya sekali, dua nyawa sudah melayang," ungkap Said ketika memberikan keterangan pers secara virtual pada Senin, (16/1/2023).
Berdasarkan laporan dari ketua serikat pekerja di PT GNI, santunan telah diberikan oleh perusahaan kepada keluarga dua korban. Tetapi, hal tersebut tetap tidak membuat para pekerja lain merasa tenang.
"Mereka khawatir nyawanya terancam karena K3 di sana buruk sekali," tutur dia.
Pemicu lainnya, kata Said, yakni upah murah bagi para pekerja yang sudah bekerja bertahun-tahun di sana. Upahnya, katanya lagi berkisar Rp3,6 juta.
"Begitu ada kenaikan upah murah sekali! Hanya Rp75 ribu per bulan. Itu kan sama dengan 13 dolar ASq. Bagi tenaga asing, biaya itu hanya cukup untuk makan bagi TKA," katanya.
Alhasil, sempat diadakan dialog untuk bernegosiasi dengan pihak perusahaan PT GNI. Namun, perwakilan dari kantor pusat justru bersikap arogan dan kerap mengancam bakal memecat para pegawai.
Lalu, mengapa bisa pecah bentrok di antara pekerja lokal dan asing?