Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret baju khas Papua (unsplash.com/@prakosasurya)

Jakarta, IDN Times - Tingkat pertisipasi pemilih dari pemilu ke pemilu cenderung mengalami pasang surut. Pasca-reformasi, pada pemilu 1999 tingkat partisipasi memilih 92,6 persen dan jumlah golput 7,3 persen. Namun, angka partisipasi pemilih memprihatinkan terjadi pada pemilu 2004, yakni turun hingga 84,1 persen dan jumlah golput meningkat hingga 15,9 persen.

Pada pilpres 2004 putaran pertama tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 78,2 persen dan jumlah golput 21,8 persen. Sedangkan pada pilpres putaran kedua tingkat partisipasi mencapai 76,6 persen dan jumlah golput naik menjadi 23,4 persen.

Tak hanya itu, pada Pemilu Legislatif 2009 tingkat partisipasi politik pemilih juga menurun, yaitu hanya mencapai 70,9 persen dan jumlah golput semakin meningkat menjadi 29,1 persen. Kemudian, pada Pilpres 2009 tingkat partisipasi politik pemilih naik menjadi 71,7 persen dan jumlah golput menurun menjadi 28,3 persen.

Sedangkan, pemilu 2014 tingkat partisipasi pemilih naik menjadi 75,2 persen. Sementara yang tidak menggunakan hak pilihnya alias golput turun menjadi 24,8 persen.

Lantas apa sejatinya yang menyebabkan naik turunnya tingkat partisipasi pemilih pada setiap pemilu?

1. Faktor penyebab naik turunnya partisipasi

IDN TImes/Mohamad Ulil Albab

Hasil penelitian antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tentang partisipasi pemilih pada Pilpres dan Pileg 2014, ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi naik turunnya tingkat partisipasi pemilih.

Pertama, karena faktor ketidaktahuan pemilih tentang sistem pemilihan yang baru, membuat mereka tidak menggunakan hak suara mereka.

Kedua, menyisihkan waktu untuk menggunakan hak suara mereka dianggap sebagian masyarakat mengganggu jalannya perekonomian, karena masyarakat harus berhenti bekerja sejenak.

Ketiga, pemilih merasa suara yang mereka miliki tidak juga mengubah nasib mereka atau tidak meningkakan kesejahteraan ekonomi mereka.

Keempat, karena pandangan politik dari sosok-sosok yang dihormati seperti tokoh agama, tokoh adat, pimpinan keluarga, atau bahkan teman. Jika orang-orang yang mereka hormati mengajak mereka ikut pemilu, kemungkinan besar mereka akan berpartisipasi ikut memberikan suara mereka. Sebaliknya, jika sosok yang dihormati tidak menyarankan mereka menggunakan hak pilihnya, maka mereka tidak akan memilih. 

Kelima, adalah persoalan kesukuan. Bila caleg atau capres-cawapres tidak berasal dari suku atau etniknya, mereka enggan memberikan suaranya dalam pemilu. Namun, dari hasil penelitian penjajakan ini ada temuan menarik, di mana partisipasi politik rakyat pada Pilpres 2014di Sulawesi Selatan ternyata cukup rendah. Padahal, salah satu Calon Wakil Presiden, Jusuf Kalla, berasal dari Sulawesi Selatan.

Keenam, kurangnya informasi mengenai pemilu kepada kelompok millennial atau usia muda juga mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih, atau mungkin juga akibat belum siapnya mereka berpartisipasi dalam pemilu.

Faktor lain yang menarik dari penelitian penjajakan ini ternyata, rakyat yang tinggal di perkotaan--yang memiliki akses informasi dan transportasi lebih baik ketimbang di pedesaan, justru partisipasi politiknya lebih rendah dibandingkan dengan di pedesaan. Karena informasi yang mereka dapatkan tentang politik justru membuat mereka menjadi apatis terhadap politik dan enggan berpartisipasi dalam pemilu.

Temuan lain yang juga menarik adalah ternyata partisipasi politik perempuan dalam pemilu justru lebih tinggi ketimbang kaum laki-laki. Padahal, secara akal sehat seharusnya kaum laki-laki lebih aktif dalam politik dan memiliki pengetahuan yang lebih banyak tentang politik.

Selain itu, mereka yang menjadi politisi atau calon pejabat secara dominan berasal dari kaum laki-laki, sementara kaum perempuan masih memiliki 184 keterbatasan untuk berpolitik praktis, dan menjadi kepala daerah atau bahkan presiden atau wakil presiden.

2. Partisipasi politik bukan saja dilihat dari partisipasi pada saat pemungutan suara

Editorial Team

Tonton lebih seru di