ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
Laporan yang disampaikan oleh Dewi ke Polda Metro Jaya pada Rabu (6/11), diberi nomor LP/7171/XI/2019/PMJ/Dit. Krimsus.
Pasal yang dikenakan yakni pasal 26 ayat (2) junto Pasal 45 A Ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 A ayat 1 UU RI nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.
Apabila mengecek pasal 45A ayat 2, maka berisi: "setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) d." Singkat kata Dewi sudah menuding Novel melakukan ujaran kebencian.
Apabila dicek di aturan pasal tersebut jika terbukti maka Novel bisa diancam hukuman penjara maksimal enam tahun dan denda mencapai Rp1 miliar. Dewi tidak menjelaskan bagian mana dari tudingan rekayasa itu yang dibuat oleh Novel tapi bisa memicu terjadinya rasa permusuhan dan kebencian.
"Laporan tersebut adalah bentuk kriminalisasi dan serangan terhadap korban, seperti halnya serangan yang selama ini diterima Novel di media sosial menggunakan pendengung (buzzer), pernyataan para politikus, tokoh ormas dan orang-orang yang tidak suka dengan KPK," ujar salah satu anggota tim kuasa hukum Novel, Alghifari Aqsa melalui keterangan tertulis pada Kamis (7/11).
Menurut Dewi, Novel sudah melakukan pembohongan publik. Kondisi matanya saat ini tidak benar-benar nyaris tak bisa melihat seperti yang selama ini diberitakan.
"Dari kepala yang semula diperban, lalu tiba-tiba mata yang buta, gitu kan?" kata perempuan yang sempat ikut nyaleg dari daerah Jawa Barat itu pada Rabu lalu.
Menurut Dewi, kebenaran tentang kasus Novel harus diungkap karena telah melibatkan penggunaan uang negara. "Dia kan didanai oleh negara mencapai Rp3,5 miliar. Itu kan gak sedikit untuk biaya," katanya lagi.