ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)
Secara tekstual, Bivitri menilai bahwa SKB enam menteri tersebut bukan menjadi suatu peristiwa pembubaran organisasi seperti yang secara prinsip dilarang oleh pasal kebebasan berserikat di konstitusi, seperti halnya pembubaran HTI. Namun secara substansi, akan terjadi pelarangan-pelarangan di lapangan oleh pihak kepolisian, pemda, dan lain-lain.
Menurut Bivitri, SKB tersebut bisa dianggap sebagai pernyataan melarang FPI dalam arti berkegiatan dan menggunakan namanya secara resmi. "Orang-orang bisa berdebat di sini karena memang pembuat SKB ini secara cerdik tidak menggunakan kata membubarkan, sehingga sulit untuk digugat secara legal formal, tetapi bila dilihat tujuannya untuk melarang, SKB ini efektif," imbuh dia.
Dalam konteks tersebut, Bivitri menilai yang perlu disalahkan adalah konstruksi hukum UU Ormas yang memungkinkan adanya pembatasan berorganisasi. "UU ini membuka peluang pelarangan dan pembubaran dengan adanya SKT dan mekanisme pembubaran tanpa pengadilan. Peluang ini yang sedang digunakan oleh SKB ini. Idealnya, kembali ke prinsip, pembubaran bisa dilakukan melalui pengadilan, bukan oleh pemerintah," ujarnya.