Jakarta, IDN Times - Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menilai janggal tiba-tiba tiga partai politik pendukung pemerintah memutuskan untuk membentuk koalisi jelang Pemilu 2024. Apalagi dua ketua umum parpol yang berkoalisi sempat mendukung wacana agar Pemilu 2024 ditunda.
Koalisi itu resmi diumumkan ke publik usai digelar pertemuan di Rumah Heritage pada 12 Mei 2022. Mereka menamakan koalisi itu sebagai Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
"Impresi yang didapat ketika mendengar ada koalisi ada tiga. Pertama, deg-degan. Kenapa deg-degan? Karena semua pertanyaan ada di awal pembentukan koalisi itu. Ini koalisi mau ngapain lagi. Memang ada pilpres dan pileg, tetapi koalisi yang diinisiasi oleh PAN seperti sebuah koalisi yang ingin menyaingi proses yang dilakukan NasDem. Sebab, NasDem dalam waktu dekat akan mengumumkan salah satu dari tiga capres usulannya," ungkap Hendri ketika berbicara di dalam diskusi virtual yang dikutip, Senin (16/5/2022).
Kedua, Hendri menduga setiap ada koalisi baru yang terbentuk maka ada skenario baru dalam perpolitikan di Indonesia. Ia merujuk kepada pilkada yang terjadi di Solo dan Makssar pada 2020 lalu.
"Ketimbang memberikan tiket kepada calon lainnya, lalu sempat muncul ada calon yang disebut pura-pura lah hingga kotak kosong. Di pilpres memang tidak ada calon independen, tetapi bila koalisi ini merujuk ke salah satu calonnya dan tak mengindahkan calon yang lainnya, maka ini tidak bisa terjadi (ada lebih dari satu capres)," kata dia.
Alasan ketiga, Hendri menilai tujuan pembentukan koalisi di antara tiga parpol itu masih tak jelas. "Tidak ada satu hal spesifik (dari pembentukan koalisi itu) yang harus diketahui oleh masyarakat," tuturnya.
Ia juga menganalisa bahwa posisi elektabilitas PPP dan PAN tidak terlalu bagus. "Apalagi PPP, yang elektabilitasnya hanya empat koma. Lalu merapat ke Golkar, apakah tujuannya untuk menyelamatkan partainya atau gimana? Jadi, misteriusnya, tujuan dibentuk koalisi ini untuk kemaslahatan masyarakat atau partainya masing-masing," kata dia.
Ia pun kemudian mempertanyakan apakah ada arahan dari Istana untuk pembentukan koalisi tersebut. Mengingat dari ketiga parpol itu, posisi elektabilitasnya biasa-biasa saja. Selain itu, ketiganya adalah parpol pendukung pemerintah.
"Karena kondisinya satu sedang berada di ujung tanduk, satu partai lainnya baru ditinggal tokoh sentral, dan satu partainya gak jelas arahnya ke mana. Bahkan, ada isu ketua umumnya mau dilengserkan," tutur Hendri.
Mengapa Hendri berpikir ada dugaan intervensi Istana dalam pembentukan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB)?