Ilustrasi mengakses data di internet. (ANTARA FOTO/Olha Mulalinda)
Dalam kasus ini, Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan Kementerian Komunikasi dan Informatika digugat ke PTUN Jakarta atas kebijakan pemblokiran Papua dan Papua Barat pada 21 Agustus 2019.
Pemerintah memblokir internet di Bumi Cendrawasih itu menyusul pecahnya aksi unjuk rasa di beberapa wilayah seperti Fakfak, Sorong, Manokwari, dan Jayapura.
Internet di Papua lumpuh lebih dari dua pekan dan baru dibuka secara bertahap pada 11 September 2019 pukul 16.00 WIT.
Buntut pemblokiran internet ini, sejumlah lembaga seperti South East Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), LBH Pers, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI), KontraS, Elsam, dan ICJR menggugat Jokowi ke PTUN.
Penggugat menuntut pengujian tindakan dari Presiden dan Kemenkominfo atas kebijakan pemblokiran internet. Kuasa Hukum SAFEnet dan AJI Ade Wahyudin mengatakan, pembatasan internet di Papua dilakukan tidak dengan alasan yang jelas dari Pemerintah dan hanya diumumkan lewat siaran pers.
Presiden dan Kominfo, kata Ade, tidak menjelaskan sampai kapan pemblokiran internet dilakukan. Akibatnya, selain masyarakat Papua yang dirugikan, jurnalis juga terkena imbasnya.
Oleh karena itu, pemblokiran internet juga melanggar kebebasan pers seperti dalam UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers.