Demontrasi yang dilakukan Aremania untuk menuntut keadilan Tragedi Kanjuruhan. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)
Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 adalah peristiwa penembakan terhadap empat Mahasiswa Trisakti saat berlangsung demonstrasi untuk menuntut Presiden Soeharto turun dari jabatannya.
Pada saat itu, empat orang mahasiswa Trisakti, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto dan Hendriawan Sie meninggal ditembak aparat keamanan. Sementara korban luka mencapai 681 orang dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Hingga kini, keluarga korban yang didukung mahasiswa dan pembela HAM terus mendesak negara untuk segera mengusut tuntas kasus Tragedi Trisakti.
Pasalnya, keluarga korban masih kecewa dengan proses hukum yang digelar pada tahun 1998 dan 2002 di Pengadilan Militer karena hanya mengadili perwira bawahan dari sejumlah personel Polri yang diduga terlibat dan tidak membawa pelaku penanggungjawab utama ke pengadilan.
Pada 2001 silam, Pansus DPR, yang dibentuk atas desakan keluarga korban dan mahasiswa, menyimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran HAM berat dalam kasus Trisakti, begitu pula dengan kasus Semanggi I dan Semanggi II, serta merekomendasikan penyelesaian melalui proses yang sedang berjalan di pengadilan umum atau pengadilan militer. Hasil itu mengecewakan keluarga korban.
Keluarga korban dan mahasiswa juga mendesak Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan pada 2001.
Dalam temuan Komnas HAM, berdasarkan bukti-bukti permulaan yang cukup telah terjadi pelanggaran berat HAM dalam peristiwa Trisakti.
Hasil penyelidikan Komnas HAM itu diberikan kepada Kejaksaan Agung untuk segera dilakukan penyidikan sesuai UU No. 26 tahun 2000, pada April 2002. Namun hingga kini belum ada tindak lanjut penyidikan dari Kejaksaan Agung.
“Amnesty International Indonesia mengingatkan bahwa setiap kegagalan untuk menyidik atau membawa mereka yang bertanggung jawab ke muka pengadilan memperkuat keyakinan para pelaku bahwa mereka memang tidak tersentuh oleh hukum,” ucap Usman.