Ilustrasi Kompleks Parlemen Senayan di Jakarta. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Lebih lanjut, Gusma menilai proses politik RUU Penyiaran oleh DPR menggambarkan indikasi jelas tentang upaya parlemen mengekang media. Parlemen sebagai wakil rakyat semestinya tidak mengekang jurnalisme melalui substansi yang ada dalam RUU.
"Jangan lupa, berkat kerja keras pers, kerja-kerja baik parlemen juga dapat diketahui publik. Skandal yang merugikan anggaran negara pun dapat diketahui publik sehingga bisa menjadi pembelajaran bersama. Pers adalah bagian dari rakyat, yang berhak menjalankan fungsi check and balance," sambungnya.
Untuk itu, Gusma berharap penataan kewenangan dalam RUU ini tidak menimbulkan tumpang tindih antarlembaga. Dibutuhkan keterlibatan banyak lembaga dalam memproses RUU tersebut.
"Konstruksi tata kelola pers Indonesia harus dibangun dalam pola kerja kolaboratif, partisipatif, transparan, dan akuntabel. Pers sebagai pilar keempat demokrasi harus tetap kuat dan independen, namun bebas dari pengaruh dan kepentingan kelompok tertentu," imbuhnya.