Kegagalan inseminasi tidak membuat Dania patah arang untuk memiliki anak. Gayung bersambut, dokter Zul menyarankan cara lain, yakni bayi tabung. Tapi dokter memberikan syarat, agar Dania melakukan persiapan lebih matang dari sebelumnya.
"Saya disuruh diet ketat minimal mengurangi 5-7 kg dari berat badan saya yang sekarang," tutur Dania.
Setelah tiga bulan diet ketat, Dania hanya berhasil menurunkan berat badan 2 kg. Dia merasa belum disiplin dan masih mengonsumsi vitamin. Akhirnya, dokter menyarakan Dania konsultasi ke dokter ahli gizi dengan harapan bisa membantu program dietnya.
"Dan selama dua bulan saya tidak diet dengan tidak mengonsumsi karbohidrat dan berat badan saya turun 5 kg," ujar dia.
Rupanya penurunan berat badan dan pola hidup yang lebih sehat belum cukup untuk persiapan Dania mendapatkan bayi tabung. Ada satu syarat lagi dari dokter Zul yakni harus mempunyai minimal tujuh buat sel telur pada H2 menstruasi.
Sedangkan, ketika itu selama beberapa bulan pada H2 haid sel telur yang muncul hanya dua atau tiga buah di rahim Dania. Namun, dengan modal doa dan kesungguhan, harapan itu tiba. Pada Juli 2017 rahim Dania muncul sembilan sel telur.
"Sambil melakukan suntik gonal H2-H12, saya harus melakukan cek torch untuk suami istri. Analisa sperma lagi untuk suami, cek HIV untuk saya, dan alhamdulillah semua hasilnya baik. Dengan kondisi rahim yang tebalnya seusai yang diharapkan, saya bisa melanjutkan proses bayi tabung ini," ucap Dania berbinar-binar.
Proses bayi tabung hampir sama seperti inseminasi, yang membedakan hanya proses pembuahannya. Jika inseminasi setelah proses suntik pemecah sel telur langsung tindakan inseminasi. Tapi bayi tabung harus melalui proses Ovum Pick Up (OPU) dan Embrio Tranfer (ET).
OPU adalah sel telur yang sudah dipecahkan dengan suntik pemecah sel telur. Inti sel telur yang bentuk dan kondisinya baik diambil. Begitu juga sperma, pun dipilih yang terbaik dipilih dan dibersihkan. Kemudian di laboratorium sperma dan sel telur disatukan. Jarak waktu dari OPU ke ET memakan waktu 3-5 hari.
"Karena saat hari ketiga kondisi embrio yang berkembang cukup banyak dan baik, akhirnya embriologi menyarankan untuk embrio dilanjutkan menjadi blastosis (kondisi embrio yang sempurna), dan artinya ET dilakukan pada hari kelima dengan hasil embrio blastosis," kata Dania.
Dengan kondisi seperti ini membuat Dania semakin yakin ikhtiar kali ini akan membuahkan hasil. Karena umumnya blastosis akan lebih mudah menempel pada rahim, atau dengan kata lain peluang keberhasilan pembuahan akan lebih besar.
Pada hari kelima setelah OPU, Dania melakukan ET. Semua berjalan dengan lancar. Tidak mudah bagi Dania untuk menjalani proses ini. Butuh mental dan kesehatan yang optimal, sebab saat proses OPU kondisi pasien dibius total seperti operasi kecil. Sebaliknya, proses ET tidak melalui pembiusan.
Saat embrio dimasukan ke rahim melalui vagina, Dania pun sadar dan melihat jelas prosesnya melalui layar monitor. Dokter memasukan dua embrio ke rahimnya. Awalnya, dokter menyarankan agar memasukkan satu embrio, karena umur Dania yang relatif muda.
"Tapi saya kekeh ingin dua embrio, pemikiran saya sederhana, kalau satu gagal masih ada cadangan satunya. Walau saya harus menandatangani mengenai risiko-risiko kehamilan kembar. Karena ada kemungkinan dua-duanya akan menempel dan saya ada kemungkinan akan hamil kembar. Tapi justru itu yang saya harapkan," kata dia.
Setelah proses ET, Dania harus menunggu 14 hari, sama seperti inseminasi. Rasa waswas pun terus membayangi selama proses ini. Namun, dia terus berdoa dan berusaha agar tidak stress dengan hasil akhir nanti.
Kini Dania lebih siap. Waktu menunggu hasil pembuahan dibuat lebih happy dan pasrah. Dia juga berserah diri pada keputusan Tuhan dan tetap yakin akan berhasil.
Tapi mendekati hari 'bagi rapot' tiba, perut Dania terasa tak nyaman, seperti kram jelang menstruasi. Dia takut menemui kegagalan lagi. Hingga pagi hari hari ke-14, tiba saatnya dia melakukan HSG untuk mengetahui apakah hasilnya positif atau negatif kehamilan.
Pagi itu perasaan Dania bercampur aduk. Waktu tunggu pukul 06.00 hingga 10.00 WIB terasa begitu lama. Persis pukul 10.00 WIB, seorang suster melalui mengirimkan hasil laboratorium melalui pesan eletronik. Tapi Dania bingung dengan angka-angka yang tertera. Ia pun bertanya kepada suster Rima, dan dibalas dengan ucapan selamat.
Dania seperti mimpi. Dia langsung memeluk suaminya, dan menangis sejadi-jadinya. Jelas kali ini tangisan bahagia. Sambil memegang perut, dia berterima kasih kepada Sang Pencipta, karena telah mengabulkan semua doa dan keinginannya. Dia seakan tak percaya kini ada janin di rahimnya.
"Entah rasanya seperti mimpi. Dulu saat masih berjuang saya selalu menanyakan, apakah saya bisa hamil? Mengapa sangat susah sekali? Mengapa wanita lainnya begitu mudah? Apa salah saya? Kenapa harus saya? dan lain-lain. Tapi di hari itu rasa syukur saya sangat besar, saya merasa Allah sayang sama saya. Allah baik banget sama saya," ucap dia.
Suami Dania pun menyarankan untuk segera menemui dokter Indra NC Anwar di Jakarta, rekanan dokter Zul yang menangani Dania. Sehari-hari dokter Indra praktik di Rumah Sakit Morula IVF Jakarta. Sebelumnya, Dania juga harus mondar-mandir Jakarta-Brebes selama tiga pekan.
"Akhirnya kita langsung ke Morula lagi untuk menemui dokter Indra. Alhamdulillah, setelah USG hasilnya baik, kantong rahimnya sudah terlihat, dan saya diresepkan penguat kandungan dan vitamin untuk bekal saya balik ke Brebes," kata dia.
Keesokan harinya, Dania juga menemui dokter Zul dan disarankan melakukan cek laboratorium BHCG satu pekan berikutnya, untuk memastikan embrio berkembang dengan baik di rahimnya karena masih rawan. Dia juga disarankan bed rest dan harus benar-benar menjaga kandungannya.