ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Airlangga Pribadi, pengamat politik dari Universitas Airlangga mengatakan pencabutan hak politik koruptor itu sama sekali tidak melanggar HAM. Sebab, mereka yang tertangkap korupsi rata-rata merupakan orang-orang dengan jabatan di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
"Artinya mereka mendapatkan amanah untuk mengelola urusan publik dan institusi publik. Nah, ketika mereka melakukan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, artinya hal itu adalah bentuk pengkhianatan terhadap mandat yang diberikan rakyat," ujar Airlangga kepada IDN Times.
Airlangga mengatakan pencabutan hak politik merupakan 'konsekuensi logis' dari tindakan penyelewengan tersebut. Mengenai apakah pencabutan hak politik itu efektif atau tidak untuk membuat koruptor cedera, ia punya penilaian sendiri.
"Yang penting adalah untuk membangun rasa kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi. Itu yang paling utama. Artinya, masyarakat yakin daftar orang-orang yang akan dipilih dalam pemilu adalah yang terjaga reputasinya secara moral."
"Yang kedua, orang akan melihat bahwa tindakan melakukan korupsi itu akan memperoleh sanksi yang cukup berat, dan dimungkinkan untuk orang akan berpikir beberapa kali untuk melakukan tindakan korupsi," Airlangga menambahkan.