Jakarta, IDN Times - Peristiwa penembakan enam anggota laskar eks Front Pembela Islam (FPI) dieskalasi ke tingkat internasional. Eks Sekretaris Umum FPI, Munarman mengabarkan, pihaknya telah melaporkan dua peristiwa ke Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) yaitu tanggal 21-22 Mei 2019 dan 7 Desember 2020.
Peristiwa di akhir Mei 2019 diketahui sembilan orang tewas usai mengikuti aksi unjuk rasa di depan Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Polri ketika itu menyebut, sembilan orang itu diduga adalah perusuh.
Sementara, peristiwa pada 7 Desember 2020 adalah bentrok antara FPI dan kepolisian di kilometer 50 jalan tol Jakarta-Cikampek. Dalam peristiwa itu, enam laskar FPI tewas. Empat di antaranya tewas ditembak personel Polri karena berusaha merebut senjata anggota kepolisian.
Di dalam tangkapan layar surat elektronik yang dikirim oleh pihak eks FPI terlihat laporan dikirim kepada juru bicara ICC, Fadi El Abdallah.
"Kami akan meneruskan perjuangan untuk keadilan dan memutus rantai impunitas yang skalanya sangat mengerikan di negara ini," demikian isi surel yang dikirim pada 16 Januari 2021 lalu itu.
Organisasi yang kini aktivitasnya dilarang oleh pemerintah itu memilih mengadu ke ICC lantaran tak lagi percaya terhadap sistem keadilan di Indonesia.
"Kami akan memberikan informasi mengenai pelanggaran HAM yang begitu buruk kepada masyarakat internasional, karena terbukti saat ini sistem keadilan Indonesia tidak mampu dan di saat bersamaan tidak dapat memutus rantai pelanggaran HAM," kata FPI.
Pelakunya pun menurut mereka, masih dibiarkan berkeliaran dan diklaim dapat mengancam keselamatan warga sipil di Indonesia. Apalagi langkah FPI selanjutnya usai melapor ke Pengadilan Internasional di Den Haag, Belanda?