Ilustrasi peti jenazah. (ANTARA FOTO/Iwan Adisaputra)
Wahyudi menjelaskan, dalam penetapan itu pemerintah tidak secara spesifik menyebutkan siapa kelompok yang dimaksud dengan KKB. Namun, apabila merujuk pada pernyataan Ketua MPR Bambang Soesatyo, jelas pihak yang disebut KKB adalah Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat dan Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).
Secara yuridis, pemerintah mendasarkan keputusannya ini pada ketentuan Pasal 1 angka 2 UU No. 5 Tahun 2018 tentang Perubahan UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Terorisme).
"Dalam pasal tersebut, 'politik' disebutkan sebagai salah satu motif yang membuat tindakan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional bisa disebut sebagai tindakan terorisme," katanya.
Menurutnya, melalui penggunaan pasal tersebut, pemerintah dinilai sedang mengerangkai aspirasi kemerdekaan rakyat Papua. Aspirasi tersebut sebagiannya memilih jalan perjuangan bersenjata, sebagai salah satu motif yang membuat aksi-aksi kekerasan yang juga turut menimpa sebagian sipil beberapa waktu belakangan sebagai aksi terorisme.
"Dalam diskursus akademik mengenai terorisme, pertimbangan memasukkan politik sebagai sebuah motif dari tindakan kekerasan memang telah membawa sebagian para ahli untuk melihat kemungkinan kelompok etno-nasionalisme separatisme, yang sepintas mirip dengan apa yang terjadi di Papua, sebagai tindakan terorisme." katanya.