Jakarta, IDN Times - Kuasa hukum keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak, geram ketika mendengar kliennya kembali dituduh melakukan kekerasan seksual pada Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah, pada 4 Juli dan 7 Juli 2022. Tuduhan itu disampaikan dalam nota keberatan di sidang perdana Ferdy Sambo pada Senin, 17 Oktober 2022.
Dalam nota keberatan yang dibacakan tim kuasa hukum Putri Candrawathi, istri jenderal bintang dua itu mengaku dua kali dilecehkan. Pertama, pada 4 Juli 2022 ketika Brigadir J berusaha membopong Putri dari lantai satu ke kamar. Kedua, pada 7 Juli 2022 saat Brigadir J disebut membuka pakaian Putri secara paksa.
Martin menilai sah-sah saja bila nota keberatan disampaikan usai pembacaan surat dakwaan. Namun, menurutnya, klaim dugaan kekerasan seksual sangat tidak masuk akal dilakukan kliennya.
"Kalau Joshua memang seorang pelaku kekerasan seksual, kenapa bukti-bukti malah dihilangkan? Sementara, tuduhan kekerasan seksual membutuhkan bukti. Ini yang membuat kami tidak percaya (sudah terjadi kekerasan seksual)," ujar Martin ketika diwawancarai stasiun Kompas TV dan tayang Rabu, 19 Oktober 2022.
Lebih lanjut, menurut Martin, ada relasi kuasa yang kental dalam peristiwa tewasnya Brigadir J. Putri adalah istri dari jenderal bintang dua di institusi kepolisian, sehingga instruksi Putri sama kuatnya dengan perintah Sambo.
"Ferdy Sambo ini kan polisinya polisi. Tentunya, istrinya memiliki kewenangan yang tidak mungkin dibantah oleh ajudan yang berpangkat rendah. Maka tak mungkin Joshua bisa melakukan hal itu," kata dia.
Hal lain yang menurut Martin tidak masuk akal dari klaim kekerasan seksual yang dituduhkan Putri, yaitu mayoritas perempuan akan merasa trauma usai diperkosa. Namun, saat di Magelang, kata dia, setelah terjadi peristiwa itu, ia malah mengajak Brigadir J berbicara empat mata di kamar selama 15 menit.
Apakah klaim peristiwa kekerasan seksual sengaja terus diembuskan pihak Ferdy Sambo agar bisa lolos dari hukuman mati?