Jakarta, IDN Times - Pengacara keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Johnson Panjaitan mengatakan, seluruh rakyat Indonesia sudah menjadi korban berita bohong berjamaah pada Senin, 11 Juli 2022 lalu.
Berita bohong itu, kata Johnson, diproduksi oleh institusi kepolisian. Bulan lalu, Polres Metro Jakarta Selatan mengumumkan ke publik bahwa Brigadir J tewas usai baku tembak dengan Bharada Richard Eliezer.
"Konferensi pers pertama dilakukan oleh Karopenmas (Mabes Polri) yang dilanjutkan oleh Polres Metro Jakarta Selatan. Karena peristiwa (tewasnya Brigadir J) pada 8 Juli dan saya punya semua dokumennya," ungkap Johnson dalam diskusi berjudul 'Membangun Pengawasan Demokratis Polri' dan dikutip dari YouTube Public Virtue pada Kamis, (1/9/2022).
Tetapi, narasi itu terus dilanjutkan karena Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo membuat dua laporan. Pertama, laporan dugaan pelecehan seksual. Dan kedua, upaya pembunuhan terhadap Richard Eliezer. Kedua laporan itu masuk ke Polres Metro Jakarta Selatan pada 9 Juli 2022 lalu.
Sementara, keluarga Brigadir J baru memberikan kuasa kepada Johnson dan tim pengacara pada 13 Juli 2022. Maka, pada 18 Juli 2022 lalu, mereka membuat tiga jenis laporan ke Bareskrim Mabes Polri.
"Laporan pertama, pembunuhan berencana KUHP pasal 340 juncto 338 juncto 55 dan 56. Kedua, pencurian ponsel. Tiga ponsel korban sampai sekarang masih hilang. Ketiga, laporan peretasan. Jadi, ini (aksi peretasan) bukan gosip," tutur dia.
Namun, karena terbentur prosedur administrasi, Bareskrim Mabes Polri hanya menerima laporan pembunuhan berencana. Sisa dua laporan lainnya ditolak.
Johnson dan anggota kuasa hukum sejak awal sudah mencium banyak kejanggalan. Salah satunya ketika peti jenazah Brigadir J diantar langsung ke Jambi oleh jenderal bintang satu. Menurutnya, keanehan itu terbongkar lantaran keluarga Brigadir J tak terima terhadap kondisi jenazah putranya tersebut.
Lalu, apa respons kuasa hukum keluarga Brigadir J terkait rekonstruksi selama 7,5 jam?