Aktivis HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti penuhi panggilan Polda Metro Jaya terkait pemeriksaan lanjutan laporan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Selasa (1/11/2022). (IDN Times/Uji Sukma Medianti)
Diketahui, sidang ke-6 atas kasus dugaan pencemaran nama baik dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur berlangsung pada Kamis untuk mendengarkan keterangan Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan sebagai saksi pelapor.
Amnesty International Indonesia yang menghadiri persidangan Fatia-Haris sejak dimulai 3 April lalu menjumpai sejumlah kesulitan pada sidang tersebut.
Pertama, tidak bisa langsung masuk ke ruang sidang karena mendapat pengamanan yang berlapis dari aparat Polri dan TNI serta petugas keamanan gedung pengadilan. Mulai dari gerbang gedung hingga pintu masuk ruang sidang.
Kedua, sidang yang dijadwalkan mulai pukul 10.00 WIB ditunda sekitar satu jam karena perdebatan antara majelis hakim, tim kuasa hukum kedua terdakwa, dan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mulai dari keterbatasan kursi untuk tim kuasa hukum hingga kesulitan akses ke ruang sidang.
Kepada majelis hakim, tim kuasa hukum terdakwa memprotes bahwa mereka, keluarga terdakwa, dan masyarakat umum tidak bisa masuk. Mereka lalu meminta pintu ruang sidang dan pagar dibuka.
Tim kuasa hukum juga mempersoalkan keputusan majelis hakim yang menghadirkan Luhut sebagai saksi untuk kedua terdakwa. Padahal, majelis hakim sebelumnya menolak permintaan tim kuasa hukum terdakwa agar perkara kedua terdakwa digabungkan.
Adapun Fatia dan Haris didakwa memfitnah Luhut dalam konten video YouTube berjudul 'Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!' Mereka dijerat Pasal 27 Ayat 3 Juncto Pasal 45 Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 310, dan Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kasus kriminalisasi terhadap Fatia-Haris merupakan salah satu bentuk intimidasi terhadap pembela HAM selama beberapa tahun terakhir. Data pemantauan Amnesty International Indonesia selama Januari hingga Mei 2023 menunjukkan setidaknya ada 51 kasus intimidasi fisik dan digital terhadap pembela HAM dengan sedikitnya 140 korban.