Pengadilan Tinggi Jatuhkan Hukuman Lebih Berat bagi Terdakwa BLBI

Jakarta, IDN Times - Upaya terdakwa kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin Arsyad Temenggung untuk terbebas dari hukuman bui tidak terpenuhi. Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta malah menambah berat vonis bagi mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan (BPPN) tersebut. Vonis yang semula di pengadilan tingkat pertama 13 tahun justru menjadi 15 tahun.
Vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim di pengadilan tingkat banding itu sesuai dengan tuntutan yang disampaikan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sesi persidangan 3 September 2018.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung dengan pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan bila denda itu tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan," demikian petikan putusan yang dibacakan pada (2/1) dan dikutip Antara pada hari ini.
Lalu, apa pertimbangan majelis hakim yang diketuai Elang Prakoso Wibowo hingga menjatuhkan vonis yang lebih berat bagi Syafruddin?
1. Majelis hakim menilai keputusan Syafruddin untuk menerbitkan surat keterangan lunas melukai psikologis masyarakat
Di dalam pertimbangannya, majelis hakim Pengadilan Tinggi menyatakan Syafruddin selaku Kepala BPPN justru membuat sebuah keputusan yang telah melukai psikologis masyarakat dan Bangsa Indonesia. Apalagi publik ketika itu mencoba bangkit dari trauma usai didera krisis moneter pada tahun 1998.
"Menimbang, bahwa terdakwa selaku Kepala BPPN telah mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar di tengah situasi ekonomi yang sulit, sudah barang tentu membawa dampak serius terhadap beban keuangan negara yang sedang mengalami krisis di bidang moneter," ujar Hakim Elang di dalam salinan putusan sidang.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 25 Agustus 2017, total kerugian negara yang diakibatkan dari penerbitan SKL BLBI mencapai Rp4,58 triliun.