Jakarta, IDN Times - Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin, menduga kuat Presiden Joko "Jokowi" Widodo tidak mungkin bakal mengganti Luhut Pandjaitan dari kursi Menteri Koordinator bidang kemaritiman dan investasi.
Ujang menilai, Luhut dianggap bukan sekadar teman saja, melainkan salah satu pilar penopang kekuasan Jokowi.
Analisis Ujang itu menanggapi desakan dari sejumlah pihak, termasuk PDI Perjuangan yang ingin agar Luhut mundur dari kursi menteri. PDIP bahkan secara terang-terangan menyebut Luhut biang kerok dari kampanye wacana penundaan pemilu 2024 dan penambahan masa jabatan presiden hingga tiga periode.
"Gak mungkin juga PDIP diam-diam meminta Jokowi untuk mengganti Luhut. Kalau pun didorong-dorong oleh PDIP gak akan diganti juga (oleh Jokowi). Salah satu pilar (kekuasaan) Jokowi adalah LBP (Luhut Binsar Pandjaitan)," kata Ujang ketika dihubungi IDN Times pada Minggu, 17 April 2022 lalu.
Sementara, menurut Ujang, wajar bila PDIP saat ini terlihat menyerang Luhut. Hal itu lantaran sejak awal, pihak yang diberi kewenangan Jokowi untuk mengatur berbagai hal adalah Luhut. Bukan PDIP selaku partai pemenang pemilu 2014 dan 2019.
"Apalagi PDIP kan partai pengusung Jokowi di pemilu. Nah, bahasa politiknya seharusnya mereka yang jadi angka pembagi kekuasaan. Mereka yang bisa mengatur kekuasaan di republik ini, tapi faktanya Jokowi malah lebih dekat ke Luhut gitu lho dan menikmati kekuasaan tersebut," kata dia.
Bentuk kekecewaan PDIP terhadap Jokowi sudah ditunjukkan secara jelas Ketua Umum Megawati Soekarnoputri ketika menggelar kongres di Bali pada 2019 lalu. Ketika itu, Mega memprotes keputusan Jokowi yang hanya memberikan empat kursi menteri bagi PDIP. Mantan Gubernur DKI Jakarta ketika itu hanya memberikan jatah empat kursi karena kader PDIP dianggap sudah menguasai parlemen.
"Akhirnya ketika dimasukkan lah Pramono Anung ke dalam kabinet," ujar Ujang memberikan analisisnya.
Apakah Jokowi benar-benar tidak tahu bahwa Luhut melakukan kampanye untuk memperpanjang masa jabatan presiden hingga tiga periode?