Ilustrasi Gedung Uni Afrika di Addis Ababa, Ethiopia (IDN Times/Uni Lubis)
Perang dagang yang telah berlangsung selama 18 bulan secara luas dilihat sebagai pertempuran teknologi. Memang, motif yang menentukan untuk Trump adalah apa yang dia lihat sebagai praktik perdagangan tidak adil dari Tiongkok dan pencurian kekayaan intelektual Amerika.
Namun, pembatasan yang diterapkan pada penjualan teknologi AS kepada perusahaan-perusahaan Tiongkok, pada akhirnya membantu negeri Presiden Xi, dengan memaksanya untuk meningkatkan inovasi sendiri.
Henrik Naujoks, mitra di konsultasi manajemen global Brain & Company, berkata kepada CNBC bahwa Tiongkok membuat kemajuan "luar biasa" dalam apa yang ia gambarkan sebagai “perlombaan antara AS dan Tiongkok dalam hal teknologi.”
Sementara itu, Ben Harburg, mitra pengelola MSA Capital, menandai konsesi nyatanya Trump pada Huawei sebagai “penangguhan hukuman”, dan mengatakan bahwa itu akan memberi perusahaan teknologi waktu untuk mengembangkan kemampuan chip dan sistem operasi sendiri.
“Sejumlah besar modal dan talenta akan dikerahkan untuk membangun kemandirian dan mendirikan semacam ekosistem teknologi paralel di sini (di Tiongkok), tanpa ketergantungan kepada chip dari AS (dan) sistem operasi,” kata Harburg.
Dia menambahkan, “pada akhirnya, perusahaan-perusahaan AS akan kalah dalam dunia yang terus berubah ini, ketika perusahaan-perusahaan Tiongkok akan mencari komponen mereka secara lokal, dan menjualnya di Tiongkok dan pasar-pasar baru.”
“Perusahaan-perusahaan Amerika di ruang perangkat keras seperti Apple, telah menetapkan harga sendiri keluar dari pasar seperti Afrika, jadi jika chip Amerika tidak masuk ke sana, maka chip Tiongkok akan masuk ke ponsel yang dijual secara lokal,” kata Harburg.
Tiongkok telah dua dekade merambah peluang bisnis, investasi, dan perdagangan di kawasan Afrika. Bahkan kantor pusat Uni Afrika di Addis Ababa, Ethiopea, adalah sebuah gedung megah yang dibangun dengan bantuan dari Tiongkok. (Naila Pringgadani)