Ilustrasi Al-Qur'an (IDN Times/Besse Fadhilah)
Syekh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri mengatakan, benteng-benteng di Kota Khaibar terdiri dari dua lapis, setiap lapis terdiri dari beberapa benteng. Lapis pertama terdiri dari lima benteng; (1) Benteng Ni’am; (2) benteng Sha’b bin Mu’az; (3) benteng Zubair; (4) benteng Ubay; dan (5) Nizar.
Sedangkan lapis kedua terdiri dari tiga benteng; (1) benteng Qomus; (2) benteng Watih; dan (3) benteng Salalim. Selain benteng-benteng tersebut, masih banyak benteng-benteng kecil yang juga menjadi pertahanan pasukan Khaibar, hanya saja tak sekuat benteng yang telah disebutkan.
Mengetahui hal tersebut, Rasulullah dan para sahabat sepakat untuk menyerang benteng Na’im terlebih dahulu, yang merupakan pusat pertahanan pasukan Khaibar Yahudi paling utama.
Benteng tersebut sangat kuat, karena dihuni oleh beberapa pasukan kuat, juga terletak di tempat yang sangat strategis. Benteng ini diprakarsai oleh seorang pejuang Yahudi; Marhab, yang kekuatannya menandingi puluhan orang.
Menantu Rasulullah, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, memimpin pasukan menuju benteng Na’im untuk mengajak orang-orang Yahudi masuk Islam. Dengan keras mereka menolak. Bahkan Marhab keluar untuk menantang pasukan Islam.
Tantangan tersebut langsung mendapat respons dari sahabat Rasulullah yang bernama, ‘Amir. Namun, ia terbunuh oleh Marhab. Kemudian Sayyidina Ali maju untuk berduel dengan Marhab, dan berkata:
أَنا الَّذِي سَمَتْنِي أُمِّي حَيْدَرَه *** كَلَيْثِ غَابَاتٍ كَرَيهِ المَنظَرَه
Artinya: “Akulah yang diberi nama Haidar (singa) oleh ibuku *** bagaikan singa hutan bertampang seram” (al-Mubarakfuri, ar-Rahiqul Makhtum, [Wazaratul Auqaf: 2007], halaman 370-371).
Sayyidina Ali merupakan salah satu andalan umat Islam dalam setiap peperangan karena kecerdikan dan kepiawaiannya. Ternyata, dengan sekali gebrakan, Sayyidina Ali dapat menghantam dan mengalahkan Marhab hingga tewas saat itu juga.
Tewasnya Marhab membuat kaum Yahudi memanas, begitu juga dengan umat Islam. Kemenangan Sayyidina Ali ini menjadi salah satu semangat baru yang semakin menggelora dalam jiwa-jiwa pasukan Islam.
Setelah itu, terjadilah pertempuran sengit. Kaum muslimin mendapat perlawanan berat selama beberapa hari. Namun beberapa tokoh dan pembesar Yahudi berhasil dibunuh, sehingga mental perlawanan Yahudi semakin lemah.
Hal tersebut menjadi peluang bagi umat islam untuk melawan. Sebagian dari mereka menyelinap masuk ke benteng as-Sha’b untuk mengepung Yahudi Khaibar yang ada di dalamnya. Dari upaya ini, umat Islam berhasil menduduki benteng tersebut.
Selanjutnya, pasukan kaum muslimin menuju benteng az-Zubair yang tidak kalah kokohnya dari benteng pertama. Di dalamnya terdapat tiga koalisi hebat, yaitu (1) benteng Qomus; (2) benteng Watih; dan (3) benteng Salalim. Kaum muslimin menyerbu di bawah komando Khabbab bin Munzir.
Melihat peperangan yang tak kunjung selesai, pada malam hari Rasulullah berdoa secara khusus agar benteng ini dapat ditundukkan. Berikut doa Rasullullah:
اللّهُمّ إنّك قَدْ عَرَفْت حَالَهُمْ وَأَنْ لَيْسَتْ بِهِمْ قُوّةٌ وَأَنْ لَيْسَ بِيَدِي شَيْءٌ أُعْطِيهِمْ إيّاهُ فَافْتَحْ عَلَيْهِمْ أَعْظَمَ حُصُونِهَا عَنْهُمْ غِنَاءً وَأَكْثَرَهَا طَعَامًا وَوَدَكًا
Artinya: “Wahai Allah! Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui keadaan mereka, tidak ada kekuatan pada mereka, dan tidak ada dayaku yang dapat aku berikan kepada mereka. Maka tundukkanlah benteng yang sangat kokoh ini, di dalamnya ada kecukupan serta makanan dan minyak lemak yang banyak.” (Abu ar-Rabi’ al-Andalusi, al-Iktifa min Maghazi Rasulillah wal Khulafa, [Bairut, Darun Nasyr: 2000], juz II, halaman 160).
Keesokan harinya, kaum muslimin menyerbu benteng tersebut dan berhasil mendudukinya sebelum Magrib. Kemenangan ini membuat pasukan umat Islam mendapatkan banyak harta rampasan (ghanimah).
Namun, usaha umat Islam dalam menaklukkan benteng ash-Sha’b tidak membuat pasukan musuh jera, mereka justru melarikan diri dan berpindah ke benteng Zubair.