Perang Khaibar, Perjuangan Rasulullah Taklukkan Yahudi di Bulan Safar

Jakarta, IDN Times - Sebelum datangnya Islam, bangsa Arab memiliki keyakinan bahwa bulan Safar merupakan bulan sial. Kedatangan Islam menghapus keyakinan-keyakinan tersebut. Islam mengajarkan bahwa tidak ada suatu bulan yang membawa sial dengan sendirinya. Semua sudah sesuai diatur oleh Allah SWT sejak zaman azali.
Dilansir Islam.nu.or.id, bulan Safar merupakan salah satu bulan yang sangat bersejarah dalam Islam. Dicatat dalam sejarah, di bulan Safar umat Islam kembali berjuang habis-habisan mengorbankan nyawa dan harta dalam peperangan demi kejayaan Islam.
Berdasarkan catatan para ulama ahli sejarah, terdapat dua peperangan penting pada bulan Safar. Habib Abu Bakar al-Adni ibn Habib ‘Ali Al-Masyhur mengatakan dalam bentuk syair:
وَغَزْوَةُ الْأَبْوَاءِ فِيْهِ صَدَرَتْ *** كَأَوَّلِ الغَزْوَاتِ ضِدَّ مَنْ كَفَرْ *** وَخَيْبَرُ فِيْهِ غَزَاهَا المُصْطَفَى *** مُفْتَتِحًا حُصُوْنَهَا وَمَا انْدَحَرْ
Artinya: “Dan pada bulan ini (Safar) peperangan Abwa terjadi *** menjadi permulaan peperangan melawan orang kafir *** perang Khaibar (pada bulan Safar) yang diikuti oleh Nabi Muhammad, Nabi terpilih *** (Rasulullah) menghantam benteng-benteng Khaibar dan mengalahkan (orang kafir).” (Habib Abu Bakar al-‘Adani, Mandhumatu Syarhil Atsar fi ma Warada ‘an Syahri Shafar, halaman 9).
1. Awal Perang Khaibar dan kekuatan doa Rasulullah
Syekh Said Ramadhan al-Buthi menceritakan, dalam perang Khaibar, Rasulullah SAW berangkat bersama seribu empat ratus orang prajurit yang terdiri dari pasukan infanteri dan kavaleri. Ketika tiba di Khaibar, Rasulullah menyeru kepada para sahabat, "berhentilah kalian!”
Lalu, Rasulullah berdoa, “Wahai Allah! Tuhan segala langit dan semua yang dinaunginya; Tuhan segala bumi dan semua yang dipikulnya; Tuhan segala setan dan semua yang disesatkannya; Tuhan segala angin dan semua yang diembuskannya. Sungguh kami meminta kepada-Mu kebaikan kampung ini, kebaikan penduduknya, dan kebaikan semua yang ada di dalamnya. Kami berlindung kepada-Mu dari keburukan kampung ini, keburukan penduduknya, dan keburukan semua yang ada di dalamnya.”
Setelah berdoa Rasulullah berkata, “lanjutkan langkah kalian,” dengan menyebut nama Allah!
Menurut al-Buthi, saat berperang Rasulullah selalu menunggu pagi datang. Jika mendengar azan, ia akan menahan serangan. Ketika sudah berhenti, ia akan menyerang. Oleh karena itu, saat itu Rasulullah bermalam di perbatasan wilayah Khaibar sebelum memasuki kota tersebut.
Pagi harinya, Rasulullah melihat para pekerja Khaibar berangkat ke sawah untuk bertani sambil membawa peralatan pertanian. Ketika melihat Rasulullah, mereka berteriak, “Muhammad dan pasukannya!” dan langsung melarikan diri.
Mereka khawatir Rasulullah dan para sahabat akan menghabisi para petani Khaibar. Padahal, Rasulullah tidak akan memerangi suatu kaum jika kaum itu mengikuti prosedur yang Rasulullah bawa, serta tidak memerangi ajaran Islam.
Melihat reaksi penduduk Khaibar itu, Rasulullah berseru kepada para sahabat,
اللَّهُ أَكْبَرُ، خَرِبَتْ خَيْبَرُ، إِنَّا إِذَا نَزَلْنَا بِسَاحَةِ قَوْمٍ فَسَاءَ صَبَاحُ الْمُنْذَرِينَ
Artinya: “Allah Maha besar! Hancurlah Khaibar! Jika kita masuk ke wilayah mereka pagi ini, pasti akan menjadi pagi yang buruk bagi orang-orang yang telah diberi peringatan itu.” (Al-Buthi, Fiqhus Sirah Nabawiyah, [Bairut, Darul Fikr: 2019], halaman 261-262).