Perjuangan Sontiar Anitra Dituduh PKI, Pistol di Atas Meja Interogasi

Jakarta, IDN Times - Sontiar Anitra Sitanggang berbagi cerita kerusuhan di Jakarta yang membuat rezim Orde Baru memburu aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang dituduh sebagai dalang kerusuhan pada 27 Juli 1996.
Cerita itu dituangkan dalam buku ‘Memori Perempuan Berjuang Melawan Tiran’ yang diluncurkan oleh Aktivis Perempuan 1998 pada Jumat (7/3/2024).
Anitra mengawali ceritanya dari kesulitan ekonomi yang dialami keluarga setelah sang ayah jatuh sakit dan tak mampu membiayai pendidikan Anitara ke bangku kuliah. Ia pun memutuskan berangkat ke Kota Medan untuk bekerja di PT Al Ichwan, sebuah pabrik konveksi yang dipimpin Mukhtar Pakpahan, ketua dan pendiri Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI).
Dalam massa kerusuhan zaman Orba saat itu, pabrik-pabrik menutup pintu masuk, karena khawatir buruh membuat keonaran.
“Pada hari itu buruh di pabrik tempatku bekerja seharusnya menerima gaji. Karena pintu pabrik ditutup, kami terpaksa berkerumun di depan pabrik, seolah mogok,” kata Anitra dikutip IDN Times dari buku bersampul merah itu.
1. PRD dituduh sebagai dalang kerusuhan 1998
Pada hari kedua, beberapa aktivis mahasiswa dari Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan pegiat lembaga swadaya masyarakat (LSM) datang ke pabrik. Mereka membaur dengan buruh.
Para aktivis mahasiswa itu mendekati buruh yang dianggap vokal. Mereka membantu menyiapkan perangkat aksi, tim delegasi untuk berunding, dan poin-poin tuntutan kepada perusahaan, seperti kenaikan upah, cuti kerja, dan uang lembur yang harus sesuai dengan undang-undang.
“Setahun berlalu. Pada 1995, aku dan kawan-kawan buruhku mogok kerja. Pemogokan ini dipicu beban kerja kami, karena pengusaha yang sewenang-wenang tidak menjalankan kesepakatan pascaaksi pada 1994,” ujarnya.
Mereka tidak hanya mogok kerja, tetapi berdemonstrasi selama lima hari berturut-turut di muka kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Utara. Saat itu para aktivis PRD membantu persiapan mogok dan aksi.
Interaksiku dengan orang-orang PRD terus berlanjut. Mereka datang ke permukiman buruh di zona Binjai untuk mendiskusikan masalah perburuhan. Lamakelamaan peserta diskusi yang terlibat tidak hanya dari satu pabrik atau zona, tetapi dari berbagai pabrik dan zona industri selain Binjai, seperti Belawan dan Tanjung Morawa.
Topik diskusi pun meluas tidak hanya tentang hak-hak buruh, tetapi juga tentang politik dan perlawanan terhadap rezim. Aku mulai terlibat dalam pertemuan internal, diskusi, dan pendi dikan politik yang diselenggarakan PRD.
“Pada 27 Juli 1996 pecah kerusuhan di Jakarta yang membuat rezim Orde Baru memburu aktivis PRD yang dituduh sebagai dalang kerusuhan. Tuduhan keji itu berdampak ke daerah-daerah di luar Jakarta. Aparat mengejar dan menangkap orang-orang yang dianggap anggota ataupun simpatisan PRD,” kata Anitra.