Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi - Sejumlah siswi menunjukkan poster kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. Indonesia menjadi negara dengan tingkat perkawinan anak tertinggi ke-7 di dunia. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)
Ilustrasi - Sejumlah siswi menunjukkan poster kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. Indonesia menjadi negara dengan tingkat perkawinan anak tertinggi ke-7 di dunia. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Intinya sih...

  • Angka perkawinan anak di bawah 19 tahun menurun drastis, dari 8.804 pasangan (2022) menjadi 4.150 pasangan (2024).

  • Di Indonesia pada 2024 tercatat 32.706 permohonan dispensasi kawin, dengan Jepara sebagai contoh sukses menurunkan angka perkawinan anak.

  • Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menegaskan usia minimal perkawinan adalah 19 tahun dan usia ideal untuk kehamilan pertama adalah 21 tahun.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Data Kementerian Agama menunjukkan angka perkawinan anak di bawah 19 tahun terus menurun. Hal itu bisa dilihat dari jumlahnya yang terus berkurang, mulai dari 8.804 pasangan (2022), 5.489 pasangan (2023), dan teranyar jadi 4.150 pasangan (2024).

Menanggapi hal ini, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menekankan pentingnya pencegahan perkawinan anak.

"Mencegah perkawinan anak-anak di bawah usia 19 tahun harus terus digaungkan. Kami mendorong pemerintah daerah juga terus melakukan edukasi kesehatan reproduksi bagi remaja agar para remaja memiliki pertemanan yang positif, mencegah informasi keliru tentang seksualitas dan reproduksi, dan mencegah perilaku berisiko seperti kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit menular seksual," kata Arifah dalam keterangannya, dikutip Kamis (30/10/2025).

Menteri PPPA, Arifah Fauzi, dalam acara Puncak Lokakarya Forum Anak Nasional (FAN) 2025, pada Minggu (20/7/2025)

Di Indonesia pada 2024 tercatat 32.706 permohonan dispensasi kawin yang diajukan dengan 1.022 permohonan diantaranya ditolak.

Arifah mengatakan, tidak hanya remaja, orangtua juga harus paham resiko yang bakal muncul dari perkawinan usia anak, seperti anak perempuan rentan menjadi korban kekerasan, gizi buruk pada anak dan kondisi ekonomi yang buruk karena usia belum layak kerja.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi melakukan kunjungan ke rumah orang tua seorang ibu berinisial EN (34) yang mengakhiri hidup dan juga dua anaknya yakni AA (9) dan AAP (11 bulan) di Jawa Barat (Dok. KemenPPPA)

Arifah menilai, Jepara menjadi contoh sukses menurunkan angka perkawinan anak. Hal itu menunjukkan jika wilayah tersebut dinilai baik dalam melindungi dan menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama bagi anak.

Salah satu contoh kasus pada Juli 2025, pengajuan dispensasi kawin anak perempuan 13 tahun dan laki-laki 15 tahun berhasil dicegah. Sebelumnya, kedua orangtua mereka melihat gaya pertemanan kedua anak mereka melampaui batas pergaulan sewajarnya.

“Permohonan dispensasi kawin sempat diajukan ke Pengadilan Agama setempat oleh pemohon dan keluarganya. Kami mengapresiasi pendampingan dan asesmen yang dilakukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Jepara. Kami tidak memberikan rekomendasi dispensasi kawin, melainkan memberikan konseling sehingga kedua anak tidak jadi menikah sampai sekarang," kata Arifah.

ilustrasi perkawinan anak (IDN Times/Aditya Pratama)

Di Kabupaten Jepara, pada 2024 terdapat 383 pengajuan permohonan dispensasi kawin. Sementara pada 2022 terdapat 535 permohonan dispensasi perkawinan, 2023 terdapat 497 permohonan.

"Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menegaskan usia minimal perkawinan adalah 19 tahun dan usia ideal untuk kehamilan pertama adalah 21 tahun," ujarnya.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin memberikan arahan bagi hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara dispensasi kawin dengan menekankan pada perlindungan hak-hak anak.

Infografis data pengajuan dispensasi kawin di seluruh Indonesia. (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam pemeriksaan, hakim ikut serta memberikan nasihat dan melibatkan orang tua dari anak yang akan dinikahkan. Fakta hukum dan bukti-bukti pendukung akan dipertimbangkan secara kuat sebelum mengabulkan atau menolak permohonan dispensasi kawin.

“Saat ini, sebagian besar hakim meminta rekomendasi hasil asesmen dari UPTD PPA atau Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA). Anak – anak yang permohonan dispensasi kawinnya ditolak akan mendapatkan pemantauan dan pendampingan untuk memastikan mereka tidak terjerumus dalam perkawinan siri atau perkawinan tidak tercatat, yang dapat berisiko membuat anak tidak terdata serta sulit dipantau pemenuhan hak-haknya,” kata Arifah.

Editorial Team