Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Titi Anggraini, Pakar Politik dan Pemilu dalam program Real Talk with Uni Lubis pada Rabu (27/3/2024). (IDN Times/Aldila Muharma)

Jakarta, IDN Times - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, geleng-geleng kepala terkait hitungan aturan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) soal jumlah keterwakilan perempuan untuk caleg DPR RI dan DPRD. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, ada aturan minimal 30 persen soal itu.

"Kalau calegnya 30 orang, 9 orangnya perempuan, nah KPU itu memperkenalkan tanpa afirmasi. Jadi kalau 30 persen menghasilkan bilangan desimal kurang dari 0,5 maka pembulatan ke bawah, dari sisi ilmu matematika benar, misalnya kalau 1,2, 0,2 nya kurang dari lima, jadi dibulatkan satu," ujar Titi dalam acara Real Talk with Uni Lubis di Studio IDN Times, Rabu (27/3/2024).

"Tapi dari konteks pencalonan keterwakilan perempuan, itu jadi problematik itu menimbulkan keterwakilan perempuan kurang dari 30 persen," sambungnya.

1. Perhitungan KPU hasilkan keterwakilan perempuan tidak 30 persen

Titi Anggraini, Pakar Politik dan Pemilu dalam program Real Talk with Uni Lubis pada Rabu (27/3/2024). (IDN Times/Aldila Muharma)

Dalam kesempatan itu, Titi mengatakan, berdasarkan hasil perhitungan KPU, keterwakilan perempuan yang menjadi caleg tidak mencapai 30 persen.

"Kalau ada 4 caleg diusulkan dari partai, 30 persennya adalah 1,2 dan kalau dibulatkan 1. Nah kalau 1 dari 4 berarti hanya 25 persen dan menyesakkan dada itu adalah ini di introduce institusi dari lini terdepan demokrasi yaitu KPU, yang dari 2004-2019, itu KPU-nya selalu pembulatannya ke atas, ini baru yang pertama pembulatannya ke bawah, dampaknya 267 daftar calon tetap dari yang ikut di DPR tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen," kata dia.

2. Sebut Pemilu 2024 paling brutal

Titi Anggraini, Pakar Politik dan Pemilu dalam program Real Talk with Uni Lubis pada Rabu (27/3/2024). (IDN Times/Aldila Muharma)

Lebih lanjut, Titi Anggraini menyebut Pemilu 2024 merupakan pesta rakyat paling brutal. Sebab, ada politisasi aparat desa secara masif.

"Ini pemilu kalau saya boleh testimoni, sangat brutal politisasi aparat desanya. Di pilkada memang politisasi aparat desa kerap terjadi, di pemilu juga demikian," ucap dia.

3. Aparat desa lakukan politisasi dua arah

Titi Anggraini, Pakar Politik dan Pemilu dalam program Real Talk with Uni Lubis pada Rabu (27/3/2024). (IDN Times/Aldila Muharma)

Titi mengatakan, politisasi aparat desa pada Pemilu 2024 melakukan pendekatan dua arah. Mereka bersembunyi melalui asosiasi aparat desa.

"Di sisi lain juga ada intensi untuk memanfaatkan keberadaan aparat dan perangkat desa," imbuhnya.

Editorial Team