Jakarta, IDN Times - Publik akhirnya bisa mengakses naskah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 mengenai Cipta Kerja tepat pada Minggu, (2/1/2023). Bila melihat isinya, tak banyak berubah antara Perppu Cipta Kerja dengan UU nomor 11 tahun 2020 mengenai Cipta Kerja.
Jumlah halaman naskah UU Ciptaker mencapai 1.187. Sedangkan, Perppu Cipta Kerja mencapai 1.117 halaman.
Salah satu poin yang kini sedang disorot oleh publik yakni soal kebijakan di mana pemerintah menghapus waktu istirahat mingguan dari semula dua hari dalam satu minggu, menjadi satu hari saja. Namun, aturan serupa sudah ada sejak UU Ciptaker disahkan pada 2020 lalu.
Di dalam Perppu, hal itu diatur di dalam pasal 79. Pasal itu berisi 'pengusaha wajib memberi (1) waktu istirahat, (2) waktu cuti'. Di ayat dua tertulis 'waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja atau buruh paling sedikit meliputi (a) istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama empat jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk ke dalam jam kerja. (b) istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.'
Padahal, di dalam aturan UU Ketenagakerjaan lama nomor 13 tahun 2009 tentang ketenagakerjaan, pekerja, karyawan, atau buruh masih berhak mendapatkan waktu libur dua hari dalam satu minggu. Hal itu tertuang di dalam Pasal 79.
"Pengusaha wajib memberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu atau dua hari untuk lima hari kerja dalam satu minggu," demikian isi ketentuan di UU Ketenagakerjaan yang lama.
Lalu, apa yang akan dilakukan oleh pekerja atau buruh usai mengetahui isi Perppu tidak terlalu banyak berubah dan tetap merugikan mereka?