Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan pesan penting kepada Kementerian BUMN dalam hal pemilihan pimpinan perusahaan pelat merah. Melalui juru bicaranya, Febri Diansyah, mewanti-wanti agar memperhatikan rekam jejak ketika menunjuk direktur utama BUMN.
Pernyataan itu disampaikan oleh Febri pada Rabu (2/9) ketika memberikan keterangan pers mengenai penetapan status tersangka baru dalam kasus suap antar proyek BUMN. Praktik suap itu terungkap lantaran dilakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II, Andra Agussalam pada 31 Juli-1 Agustus lalu.
Kasusnya kemudian terus dilanjutkan dan dari hasil penyidikan, KPK menetapkan satu orang lagi tersangka. Ia adalah Direktur Utama PT Industri Telekomunikasi Indonesia Persero (PT INTI), Darman Mapanggara.
"Tersangka DMP (Darman) selaku Direktur Utama PT INTI diduga bersama-sama TSW (Taswin Nur, staf PT INTI) memberi suap kepada AYA (Andra) Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II (Persero) untuk mengawal agar proyek baggage handling system (BHS) dikerjakan oleh PT INTI," ujar Febri semalam.
Berdasarkan keterangan dari penyidik, Darman menyuap Andra sekitar Rp1 miliar. Tujuannya, agar Andra selaku Direktur Keuangan AP II bisa membantunya mendapatkan proyek di perusahaan pelat merah tersebut.
Permasalahan muncul karena Andra sendiri bukan wajah baru bagi penyidik komisi antirasuah. Ia sudah kerap bolak-balik ke KPK untuk dimintai keterangan mengenai kasus mega korupsi, KTP Elektronik. Statusnya kini masih sebagai saksi kendati sempat ada informasi ia ikut menikmati aliran dana proyek KTP Elektronik ketika masih duduk sebagai Direktur Teknologi dan Produksi.
"Proses pemilihan unsur pimpinan BUMN atau BUMD perlu juga menjadi perhatian.
Terutama yang perlu diperhatikan adalah rekam jejak dan dugaan keterlibatan dalam kasus-kasus korupsi atau kejahatan lain dari calon direksi di posisi sebelumnya juga harus diperhatikan," kata dia lagi.
Lalu, seberapa jauh keterlibatan Darman di kasus proyek KTP Elektronik?
