Jakarta, IDN Times - "Menjadi seorang justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama itu memang tidak mudah," demikian komentar Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah, Rabu (6/2) malam, ketika mengomentari keberatan terdakwa kasus korupsi PLTU Riau-1, Eni Saragih.
Di dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Eni mengaku kecewa lantaran sikap kooperatif yang ia tunjukkan selama ini, tidak berbuah dikabulkannya permohonan dia untuk menjadi justice collaborator (JC). Padahal, ia berharap dengan mengantongi status JC, ancaman hukuman penjara yang dihadapinya bisa lebih ringan.
"Ini jadi pembelajaran juga untuk semua. Semula saya pikir dengan saya bersikap kooperatif, dengan saya menyampaikan semua yang saya rasakan, ini (hukumannya) bisa jadi ringan," kata Eni, Rabu kemarin.
Saat sidang pembacaan tuntutan kemarin, Eni dituntut 8 tahun penjara, denda Rp300 juta, membayar uang pengganti senilai Rp10,35 miliar dan SGD$40 ribu. Selain itu, jaksa KPK juga menuntut agar hak politik Eni dicabut usai ia menyelesaikan masa hukumannya.
Raut kekecewaan jelas terlihat di wajahnya. Sebab, selain memberikan informasi yang ia ketahui, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR itu turut mengembalikan uang suap dan gratifikasi yang pernah diterimanya kepada lembaga antirasuah. Total sudah Rp4,6 miliar yang ia kembalikan. Walaupun, masih ada sekitar Rp5,5 miliar lagi yang harus dikembalikan.
Lalu, mengapa KPK tidak mengabulkan status justice collaborator bagi Eni?