Nyono, Marianus, dan Imas menambah panjang daftar kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi ketika tengah maju dalam Pilkada.
Sebelumnya Bupati Kutaikartanegara (nonaktif) Rita Widyasari juga ditangkap KPK. Padahal, ia telah mengantongi rekomendasi dari Partai Golkar untuk kembali maju sebagai bakal calon gubernur Kalimantan Timur pada Pilkada 2018 tahun ini.
Bahkan dua tahun sebelumnya, kejadian serupa juga menjerat Wali Kota Cimahi Atty Suharti, bersama suaminya, Itoc Tochija yang juga pernah jadi wali kota Cimahi periode 2002-2012. Keduanya pada 2 Desember 2016 lalu terjaring operasi tangkap tangan KPK.
Dirinya tersangkut kasus suap proyek Pasar Atas Baru yang menelan dana hingga Rp 57 Miliar. Itoc yang dijanjikan uang senilai Rp 6 miliar oleh pengusaha, kala itu pun bakal mencalonkan diri kembali sebagai wali kota pada Pilkada Serentak 2017.
Menurut Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Abhan, peserta Pilkada yang tengah menjabat sebagai kepala daerah, memang rawan tersangkut korupsi. Sebab, ada potensi penyalahgunaan wewenang hingga pengunaan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk keperluan pemenangan.
"Berkaca pada 2017, biasanya kalau di daerah itu banyak calon-calon incumbent. Potensinya, salah menggunakan wewenang, penggunaan dana-dana APBD," kata Abhan beberapa waktu lalu.
Hal ini diamini oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kiagus Ahmad Badarudin. Dia menilai banyaknya kepala daerah yang tertangkap tangan KPK dimungkinkan untuk mengumpulkan dana kampanye pada Pilkada 2018.
"Benar, bisa jadi arahnya ke sana untuk mengumpulkan dana kampanye," kata Badar di Gedung PPATK, Jakarta Pusat, Selasa (13/2).