Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi IX dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Netty Prasetiyani Aher, mendesak pemerintah agar tetap memasukan mandatory spending ke dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU Kesehatan). Mandatory spending adalah anggaran kesehatan 5 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang wajib disediakan negara.
Anggaran itu dibutuhkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan rentan. Tetapi, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menilai pemanfaatan anggaran tersebut tidak efektif. Maka, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menghapuskan kebijakan tersebut di dalam RUU Kesehatan.
"Saya berpendapat keberadaan mandatory spending merupakan jaminan dan kepastian bahwa negara hadir untuk menjamin ketahanan kesehatan nasional, dan mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia melalu sektor kesehatan," ungkap Netty dalam keterangan tertulis yang disampaikan ketika interupsi di sidang parlemen, Selasa (20/6/2023).
Netty menggarisbawahi kesehatan adalah hak konstitusional yang tidak dapat diabaikan. Oleh sebab itu, ia mendorong pemerintah untuk mengembalikan mandatory spending sebagai inti dari RUU Omnibus Law Kesehatan.
"Dalam rapat paripurna ini, saya meminta kepada para pimpinan DPR RI untuk mendorong pemerintah untuk mengembalikan mandatory spending sebagai inti RUU Kesehatan," kata dia.
Netty pun mengajak Ketua DPR Puan Maharani agar bisa ikut membantu mendesak pemerintah mengembalikan mandatory spending sebagai ruh RUU Kesehatan. Sayangnya, interupsi tersebut tidak direspons apapun oleh Puan.
Apa alternatif yang ditawarkan Menkes Budi sebagai pengganti mandatory spending?