Ketua KPU, Hasyim Asy'ari memimpin konferensi pers soal perkembangan penghitungan suara di Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/2/2024). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Menanggapi hal itu, Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari sebagai pemimpin rapat meminta agar masukan itu menjadi catatan.
Dia menegaskan, akan menyampaikan hal tersebut kepada jajaran KPU di daerah.
"Jadi peristiwa yang dinyatakan Mbak tadi konkret, partai apa yang nggak ada calon perempuannya, tapi menang misalkan tadi ya, partainya apa dan seterusnya untuk pemilu tingkatan apa itu di dapil mana. Nah catatannya tolong disampaikan di sini, nanti kita sampaikan kepada KPU Provinsi supaya catatan itu menjadi bagian dari berita acaranya DPRD Provinsi," beber Hasyim.
Sebagaimana diketahui, KPU sempat menekankan adanya kebijakan keterwakilan perempuan sebelum menetapkan daftar caleg tetap Anggota DPR Pemilu 2024.
Berdasarkan catata Perludem, dari 84 daerah pemilihan (dapil) Anggota DPR dan 18 parpol peserta pemilu, hampir seluruh parpol peserta Pemilu tidak memenuhi persyaratan kuota minimum 30 persen kandidat perempuan dalam daftar pencalonan.
Padahal, Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 245 menyebutkan syarat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen harus terpenuhi di setiap dapil, bukan akumulasi total secara nasional.
Kekhawatiran tersebut juga diungkapkan Peneliti Perludem Nurul Amalia Salabi. Menurutnya, keterwakilan perempuan di Parlemen bisa menjadi berkurang dari 30 persen di Pemilu 2024.
“Yang menjadi kekhawatiran kita sebetulnya keterwakilan perempuan di Parlemen itu menjadi menurun. Kenapa? Kalau kita lihat data pencalonan perempuan sebagai Anggota Legislatif dari Pemilu 2014 sampai 2019 itu terus meningkat. Misalnya di 2014 pencalonan perempuan mencapai 37 persen, kemudian di 2019 itu hampir 40 persen pencalonannya ketika dicalonkan oleh partai politik,” kata Nurul dalam keterangannya.
Keterwakilan perempuan sebenarnya sudah mencapai 40 persen, namun kata dia, Peraturan KPU terkait teknis penghitungan persyaratan 30 persen bakal calon perempuan di satu daerah pemilihan, menghalangi pencapaian terget afirmasi perempuan di parlemen.