Polemik LRT Pulogebang-Joglo, dari Tanggungan Biaya hingga Konsesi

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menggelar rapat, membahas pembangunan Light Rail Transit (LRT) Pulogebang-Joglo senilai Rp22,8 triliun bekerja sama dengan swasta PT Pembangunan Jaya.
Pemprov DKI rencananya akan membayar Rp18,9 triliun atau 83 persen biaya untuk membangun prasarana. Hal ini disoroti Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), karena awalnya proyek tersebut direncanakan dengan skema kerja sama.
“Selama ini Pemprov DKI bilang kekurangan dana, sehingga pembangunan LRT Pulogebang-Joglo menggunakan skema Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha (KPDBU). Kalau benar tidak punya uang, kenapa keluarkan uang Rp18,9 triliun? Saya minta Pemprov DKI jujur,” kata anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI Eneng Malianasari dalam keterangannya, Selasa (4/5/2021).
1. PT Pembangunan Jaya hanya keluarkan biaya Rp3,9 triliun untuk sarana
Perlu diketahui, skema yang digunakan dalam pembangunan proyek ini adalah KPDBU yang diprakarsai pihak swasta atau unsolicited.
Dalam kerja sama ini, pihak Pembangunan Jaya hanya mengeluarkan biaya Rp3,9 triliun atau 17 persen untuk pengadaan sarana. PSI berpendapat proyek ini tidak laik, tidak masuk akal, dan menabrak aturan.
Proyek LRT ini akan mengerjakan jalur sepanjang 32,15 kilometer dan terdiri dari 26 stasiun. Proyeksi penumpang 172.500 orang per hari pada 2025, dan tarif rata-rata per penumpang Rp12.343 dengan tarif Rp1.553 per kilometer.