Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Salah satu korban fetish mukena Malang melapor ke Polresta Malang Kota. Dok/istimewa

Malang, IDN Times – Kepolisian masih belum menemukan unsur pidana pada dugaan kasus fetish mukena di Kota Malang, Jawa Timur. Kasus tersebut mencuat setelah seorang korban berinisial JT menuliskan tread di akun media sosial Twitter sebelum akhirnya tiga korban lain melaporkan kepada polisi pada 20 Agustus lalu. Namun setelah hampir satu bulan berjalan, Polres Kota Malang masih kesulitan menemukan adanya unsur pidana terkait kasus fetish mukena itu.

1. Sudah libatkan saksi ahli

Korban fetish mukena melapor ke Polresta Malang Kota. Dok/istimewa

Kapolresta Malang Kota, AKBP Budi Hermanto menjelaskan bahwa untuk mengungkap kasus tersebut, kepolisian sudah melibatkan beberapa pihak mulai dari Kominfo hingga ahli bahasa. Pelibatan tersebut dilakukan kepolisian untuk membantu menganalisa kemungkinan unsur pidana pada kasus tersebut yang diduga dilakukan oleh pria berinisial D. Pria tersebut merupakan owner dari galeri mukena yang sempat melakukan kerja sama pemotretan produk dengan beberapa perempuan muda tersebut.

"Kami sudah koordinasi dengan Kominfo dan juga ahli bahasa. Tetapi belum ditemukan adanya unsur pidana," paparnya Jumat (17/9/2021).

2. Foto yang digunakan tidak diedit

AR menunjukkan beberapa bukti tangkapan gambar dari akun fetish mukena yang diduga dikendalikan D. Dok/istimewa

Kapolresta yang akrab disapa Buher itu menambahkan bahwa berdasarkan keterangan para saksi ahli, ada dugaan bahwa terduga pelaku memiliki kelainan orientasi seksual. Salah satunya adalah ditunjukkan dengan adanya hasrat saat melihat foto wanita memakai mukena. Tetapi foto tersebut tak sampai diedit oleh terduga pelaku. Kemudian kalimat-kalimat yang dituliskan oleh pelaku juga belum mengarah kepada unsur pidana.

"Berbeda cerita jika foto wanita memakai mukena itu kemudian diedit tidak berpakaian atau telanjang. Maka untuk yang seperti itu sudah jelas melanggar UU ITE," tambahnya. 

3. Terduga pelaku D sudah diperiksa dua kali

Ilustrasi penyelidikan. (Pixabay.com/geralt)

Kepolisian juga sudah melakukan pemanggilan sebanyak dua kali kepada terduga D. Dari dua pemanggilan tersebut, Buher menyebut bahwa terduga pelaku D selalu datang dan kooperatif. Bahkan kepada polisi yang bersangkutan mengakui perbuatannya. Namun, berdasarkan hasil analisa dari saksi ahli, hal itu masih belum bisa dikategorikan sebagai tindak pidana. Hanya saja kepolisian belum bisa memastikan dan masih terus mendalami kasus tersebut. "Kami juga bekerjasama dengan psikolog untuk membantu mendalami kasus ini. Kalau nantinya memang ada unsur pelanggarannya maka akan kami proses," sambungnya.  

4. Konsep fetish lebih ke penyimpangan seksual

Korban fetish mukena melapor ke Polresta Malang Kota. Dok/istimewa

Terlepas dari itu, Buher menjelaskan bahwa konsep fetish berdasarkan KBBI sendiri merupakan bangkitnya gairah seksual seseorang melalui suatu benda. Dengan kata lain, fetish sendiri merupakan penyimpangan seksual yang dialami seseorang. Untuk kasus fetish mukena sendiri sejauh ini belum bisa dipastikan apakah terduga pelaku D mengalami penyimpangan seksual. Untuk itu, psikolog dilibatkan guna mengenali gejala yang dialami terduga pelaku. "Kalau memang ada kelainan maka kami juga ingin agar terduga ini bisa sembuh," pungkasnya. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team