Ilustrasi teroris (IDN Times/Mardya Shakti)
Chaidar mengakui Muchsin memang merupakan residivis kasus terorisme. Pada 2010 lalu, ia sempat ikut pelatihan kelompok teroris di Bukit Jalin, Jantho, Aceh Besar. Ketika itu, ujarnya, kelompok militan ISIS belum lahir. ISIS baru muncul pada 2013.
Atas perbuatannya itu, Muchsin kemudian sempat dibui hampir delapan tahun lamanya. Selama di dalam penjara, Muchsin mulai sadar bahwa ia terjebak di dalam gerakan yang keliru meski memperjuangkan tegaknya Islam. Tetapi, langkah itu dilakukan dengan cara kekerasan.
Tetapi, menurut Chaidar, meski pernah menjadi napi terorisme, tetapi Muchsin tidak sepakat dengan ideologi yang dianut ISIS dan takfiri yang kerap mengkafirkan sesama umat Muslim.
"Muchsin adalah sosok teman yang dikenal sangat moderat dan memiliki visi inklusif dalam dakwah Islam oleh teman-temannya sebelum dan setelah ada di penjara," kata dia.
Chaidar juga menyebut penjualan air gun yang dilakukan Muchsin murni bisnis melalui daring. Bahkan, kata Chaidar, Muchsin tidak tahu menahu mengenai aksi teror lone wolf yang dilakukan oleh ZA di Mabes Polri pada 31 Maret 2021 lalu. Ia dan rekan-rekan Muchsin berani menjamin hal itu.
"Cuma itu kadarullah pembelinya yang melakukan aksi dengan menyalahgunakan fungsi airsoft gun itu sendiri. Tentu saja, itu juga keliru dari sisi agama," katanya.