Ilustrasi penanganan pasien COVID-19. IDN Times/Wildan Ibnu
Titi menjelaskan, bila diidentifikasi, setidaknya ada lima dampak penundaan Pilkada 2020 bagi para pemangku kepentingan. Meliputi dampak hukum, teknis, politik, sosial, dan anggaran.
Dari dampak hukum, akibat penerbitan Perppu, KPU harus menyesuaikan kerangka hukum pengaturan teknis pilkada. Terutama, berkaitan dengan perubahan Peraturan KPU (PKPU) mengenai tahapan, program, hingga jadwal pilkada, sebagai revisi atas PKPU No 15 Tahun 2019 jo PKPU No 16 Tahun 2019 juncto PKPU No 2 Tahun 2020.
Adanya pergeseran hari pemungutan suara dari September ke Desember 2020, serta merta menggeser pula waktu pelaksanaan tahapan-tahapan pra dan pasca-pemungutan suara. Khususnya, dampak penundaan empat aktivitas tahapan pilkada yang mengakibatkan perubahan waktu pelaksanaan tahapan-tahapan selanjutnya.
“Misal, pendaftaran calon, pengadaan logistik, maupun kampanye pemilihan. Selain itu, KPU juga wajib mengatur mekanisme penundaan serta tata cara dan waktu pelaksanaan pemilihan serentak lanjutan, sebagaimana diperintahkan Pasal 122A ayat (3) Perppu Pilkada,” kata Titi.
Dari dampak teknis, penundaan pilkada pasti berdampak pada tata kelola teknis. Jika dirujuk implikasi teknis pilihan pemungutan suara pada Desember 2020, membuat KPU harusnya sudah memulai menyiapkan tahapan pilkada pada Juni 2020.
“Artinya, akan ada irisan pelaksanaan tahapan dengan fase penanganan puncak pandemik dan masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang belum bisa dipastikan kapan akan berakhir,” ujar Titi.
Untuk itu, kata dia, KPU harus segera merumuskan tata kelola teknis pilkada yang sejalan dengan protokol penanganan COVID-19, terutama berkaitan dengan mekanisme interaksi antara petugas dengan pemilih maupun peserta pemilihan yang tidak berisiko.
“Misalnya saja, bagaimana tata cara teknis verifikasi faktual syarat dukungan bakal calon perseorangan, coklit data pemilih, pendaftaran calon, kampanye, pemungutan suara, maupun rekapitulasi yang sesuai kebijakan jaga jarak (physical distancing) agar tidak terpapar COVID-19," kata Titi.
Sementara, menurut Titi, Perppu Pilkada masih menggunakan pendekatan tata kelola pilkada dalam situasi normal tanpa memikirkan adanya pandemik atau krisis.
“Perppu ini masih mengonstruksi keseluruhan tahapan pilkada serentak 2020 dikelola berdasarkan ketentuan yang sudah ada dalam UU Pilkada. Maka, KPU harus strategis dan sigap untuk menyikapi dan menyiasatinya. Supaya saat KPU melakukan pengaturan teknis pilkada yang koheren dengan protokol penanganan COVID-19, pengaturan yang dibuat itu tidak dianggap bertentangan dengan hukum ataupun melampaui kewenangan,” tutur dia.
Sedangkan dari dampak politik, kata Titi, status mandat atau rekomendasi yang sudah diberikan atau potensial yang diberikan pada bakal calon, sangat mungkin berubah dan berganti pada orang lain akibat perubahan elektabilitas atau posisi para aktor politik di daerah.
Selain itu, kata Titi, konsolidasi politik tim bakal calon pasti menghabiskan waktu lebih panjang karena durasi pra kompetisi yang mundur sampai Desember 2020. Tentu ini akan mengakibatkan dinamika tersendiri di internal maupun eksternal tim pendukung calon.
“Dampak lainnya adalah kebutuhan yang makin besar pada dukungan keuangan atau pendanaan untuk logistik kerja-kerja politik calon. Biaya politik yang harus dikeluarkan calon, baik untuk merawat konstituen maupun menjaga elektabilitas mereka menjadi makin tinggi,” tutur dia.
Politik biaya tinggi ini, menurut Titi, juga bisa mengakibatkan kompetisi yang tidak sehat dan tidak setara pada para calon yang tidak memiliki banyak modal. Ini tentu mengancam dan bisa menurunkan kualitas demokrasi lokal.
Lain halnya jika pilkadanya ditunda ke 2021. Titi memprediksi para calon bisa sekalian menunda semua aktivitas politik mereka pada 2021, yang berkaitan dengan partai ataupun pencitraan elektoral, dan bisa kembali berkonsentrasi menyiapkan segala sesuatunya pada tahun depan, saat tahapan pilkada sudah dimulai lagi.
“Mereka relatif bisa bernapas dan mampu pula mengatur ulang strategi, serta mengumpulkan sumber-sumber pendanaan baru,” kata dia.
Dari segi sosial, menurut Titi, penundaan pilkada bisa membuat masyarakat melihat pandemik virus corona sebagai persoalan serius. Karena COVID-19 bisa mengakibatkan tertundanya agenda rutin lima tahunan pilkada serentak.
Namun, dia melanjutkan, kalau pelaksanaan tahapan pilkada ternyata tetap beririsan dengan masa penanganan puncak pandemik COVID-19, hal itu bisa mengakibatkan reaksi sosial yang kontraproduktif, berupa skeptisme, antipati, dan pragmatisme masyarakat pada proses pilkada.
Oleh sebab itu, Titi menyarankan, pemerintah bersama DPR dan KPU sudah selayaknya tidak mengabaikan kondisi psikososial masyarakat, akibat ekses pandemik COVID-19 yang mereka rasakan.
“Memaksakan pilkada di waktu yang tidak tepat, bukan hanya mengancam kualitas pilkada, tapi juga bisa menurunkan reputasi pemerintah, DPR, dan KPU di mata masyarakat,” ujar dia.
Sedangkan dari dampak anggaran akibat penundaan pilkada, Titi menyarankan, perlu daya dukung anggaran ekstra untuk memenuhi segala fasilitas yang sejalan dengan protokol penanganan COVID-19.
Titi menjelaskan, ada risiko yang bisa membahayakan kesehatan dan keselamatan petugas serta pemilih, jika tidak bisa memastikan pemenuhan fasilitas dan daya dukung untuk melindungi mereka dari kemungkinan terpapar COVID-19 saat pelaksanaan pilkada.
Karena itu, kata dia, pengalokasian dana tambahan untuk memenuhi segala fasilitas dan kebutuhan yang sejalan dengan pemenuhan protokol kesehatan, menjadi tidak terhindarkan.
“Sebut saja, misalnya keperluan untuk pengadaan masker, hand sanitizer, termometer, disinfektan, dan alat pelindung diri” ujar dia.
Dana tambahan, menurut Titi, juga diperlukan untuk membiayai tahapan yang sebelumnya sudah pernah dilakukan, namun harus diulang kembali karena keberadaannya sudah tidak lagi relevan.
Misalnya saja, kata dia, kegiatan sosialisasi tahapan, program, dan jadwal yang sudah dilakukan sebelum penundaan, mau tidak mau harus kembali diulang karena berubahnya kerangka waktu dan substansi tahapan, program, dan jadwal pasca-penundaan.