Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
(Politisi Golkar Fayakhun Andriadi) ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Jakarta, IDN Times - Anggota DPR dari Komisi I yang non aktif, Fayakhun Andriyadi dinyatakan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat bersalah dan telah menerima uang suap senilai US$911.480 atau setara Rp13.1 miliar (menggunakan kurs saat ini). Uang suap itu diterima oleh Fayakhun dari Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah agar anggaran Bakamla untuk proyek pengadaan satelit monitoring dan 'drone' APBN Perubahan 2016 bisa ditambah. Fahmi sendiri saat ini sudah divonis 2 tahun dan 8 bulan. 

Sayangnya, hukuman itu sepertinya akan berlipat, karena suami dari aktris Inneke Koesherawati tersebut terjaring operasi senyap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyuap Kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husein beberapa waktu lalu. 

"Mengadili, menyatakan terdakwa Fayakhun Andriadi telah terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana dakwaan primer," ujar Ketua Majelis Hakim, Frangky Tumbuwun pada Rabu kemarin seperti dikutip dari Antara

Untuk perbuatannya itu, Fayakhun divonis 8 tahun penjara, dikenai denda Rp1 miliar dan hak politiknya dicabut selama lima tahun. Lalu, apa komentar Fayakhun usai divonis bersalah?

1. Majelis hakim cabut hak politik Fayakhun karena telah menciderai kepercayaan masyarakat

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto [nomor tiga dari kiri]. (ANTARA FOTO/Risky Andrianto)

Walaupun dinyatakan bersalah, namun vonis yang dijatuhkan bagi Fayakhun lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum yakni 10 tahun dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Tetapi, di satu sisi, majelis hakim mengabulkan permintaan jaksa agar hak politik Fayakhun dicabut selama lima tahun usai ia menyelesaikan masa hukumannya. 

Mengapa hak politik Fayakhun akhirnya dicabut?

"Perbuatan terdakwa menciderai kepercayaan publik yang memberikan suara kepada terdakwa sehingga mendapat jabatan publik," ujar Frangky pada Rabu kemarin. 

Majelis hakim juga tidak mengabulkan permohonan Fayakhun untuk menjadi saksi pelaku bekerja sama atau justice collaborator. Menurut pertimbangan mereka, Fayakhun justru masuk ke dalam kategori pelaku utama dalam tindak kejahatan itu. 

"Terdakwa tidak dapat diklasifikasikan sebagai 'bukan pelaku utama' dan majelis tidak menemukan penuntut umum mengabulkan permintaan terdakwa sebagai justice collaborator baik di surat tuntutan atau surat-surat lain, sehingga dengan dasar itu permohonan JC tidak dapat dikabulkan," kata Hakim Ansyori Saifuddin. 

2. Jaksa dan Fayakhun memilih untuk berpikir soal putusan hakim

Editorial Team

Tonton lebih seru di