Kapolri Jenderal Polisi, Idham Azis (Dok. Humas Polri)
Wana berujar, pola seperti ini juga menunjukkan dua hal penting lainnya, terkait politik anggaran dan prioritas belanja Polri. Pertama, Polri tidak memiliki perencanaan anggaran dan belanja yang jelas dan efektif. Sehingga, muncul belanja-belanja yang tidak sesuai dengan rencana dan prosesnya janggal. Kedua, DPR tidak menjalankan fungsinya dengan maksimal.
"Karena sebenarnya, pagu awal anggaran Polri 2020 hanya Rp90,3 triliun, sebagaimana tertuang dalam RAPBN 2020. Namun, setelah adanya pembahasan di DPR, anggaran tersebut melonjak menjadi Rp104,7 triliun," ujar dia.
Wana menuturkan, apabila anggaran kepolisian dalam jumlah besar benar dialokasikan untuk pembelian sejumlah peralatan guna melakukan narasi tandingan di media sosial, maka hal itu tentu bertentangan.
"Dengan tugas dan tanggung jawab yang selama ini diemban oleh kepolisian, yakni mengayomi dan melindungi masyarakat," tutur dia.
Wana menilai, besarnya alokasi anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah kepada kepolisian selama ini, tidak merepresentasikan fungsi yang diemban sesuai Pasal 2 UU Nomor 2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
"Polri harusnya meningkatkan performa dalam penegakan hukum, salah satunya dalam menindak perkara korupsi. Namun, bukannya fokus pada pembenahan internal dan peningkatan kualitas kerja penegakan hukum, Polri justru terkesan menjadi instrumen pemerintah dalam melakukan kekerasan dan pembungkaman sistematis atas kritik dan aksi publik," kata dia.
Sementara, IDN Times sudah berupaya meminta keterangan Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono, atas temuan ICW tersebut. Namun, hingga berita ini diturunkan, ia belum merespons.
Mau Baca Draf Terbaru RUU Omnibus Law? Klik di sini salinannya