Jakarta, IDN Times - Hampir satu bulan usai rilis dari Komnas HAM, Polri akhirnya membentuk tim gabungan untuk menuntaskan kasus teror terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Tim itu dibentuk sesuai dengan surat tugas nomor Sgas/3/I/HUK.6.6./2019 isinya menugaskan kepada 53 personel Polri untuk mengungkap siapa pelaku penyiram air keras kepada penyidik berusia 40 tahun tersebut.
"Di samping melaksanakan tugas dan jabatan sehari-hari, agar melaksanakan tugas dalam tim gabungan di bidang penyelidikan dan penyidikan tindak pidana secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 170 KUHP terhadap korban saudara Novel Baswedan yang terjadi pada 11 April 2017 di Jalan Deposito Blok T, Kelurahan Pegangsaan Dua, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara," demikian isi surat tugas yang dilihat oleh IDN Times pada Jumat (11/1) kemarin.
Selain puluhan anggota Polri, di dalam tim itu juga terdapat tujuh warga sipil yang dimasukan sebagai tim pakar. Ada pula lima pegawai KPK yang ikut bergabung. Mereka berasal dari tim penindakan, pengawas internal dan biro hukum di lembaga antirasuah. Sehingga, total ada 65 anggota di dalam tim gabungan tersebut.
Mereka langsung bertanggung jawab dan melapor kepada Kapolri, Jenderal (Pol) Tito Karnavian. Terbentuknya tim itu dikonfirmasi oleh Kepala Biro Humas dan Penerangan Mabes Polri, Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo. Menurut Dedi, alasan orang-orang itu dipilih berdasarkan rapat di kalangan internal Polri.
"Anggota tim itu dipilih berdasarkan rapat dengan semua pihak yang ada di tim itu. Itu kan merupakan tindak lanjut dari Komnas HAM kemarin," ujar Dedi yang dihubungi oleh IDN Times pada Jumat malam kemarin.
Ia menjelaskan nama-nama yang masuk ke dalam tim gabungan merupakan usul dari masing-masing instansi, lalu dirapatkan bersama di Polri. Lalu, kapan tim tersebut mulai bekerja? Apa komentar KPK soal tim gabungan yang dibentuk oleh Polri?