Potong Kompas Ala Jokowi Demi Tetap Bisa Golkan UU Cipta Kerja

Jakarta, IDN Times - Memasuki penghujung tahun, pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo membuat kejutan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (Perppu) nomor 2 tahun 2022 mengenai Cipta Kerja. Rupanya alih-alih membahas ulang bersama DPR poin-poin di dalam UU nomor 11 tahun 2020, Jokowi memilih potong kompas dan mengeluarkan Perppu.
Pembahasan ulang dibutuhkan karena UU Cipta Kerja pada 2021 lalu dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). MK memberikan durasi waktu selama dua tahun kepada pembentuk undang-undang. Bila dalam kurun waktu tersebut tak diperbaiki, maka UU Cipta Kerja dianggap inkonstitusional secara permanen.
"Pagi hari tadi kami sudah berkonsultasi dan dipanggil oleh Bapak Presiden. Lalu, kami diminta untuk mengumumkan terkait penetapan pemerintah tentang Perppu tentang Cipta Kerja," ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto ketika memberikan keterangan pers pada Jumat, (30/12/2022) dan dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden.
Menurut Airlangga, Perppu itu diterbitkan karena ada kondisi mendesak. Salah satunya pemerintah perlu bersiap-siap untuk menghadapi ancaman resesi global yang diperkirakan terjadi pada 2023.
"Juga ada beberapa negara sedang berkembang yang sudah masuk ke IMF (Badan Moneter Internasional). Jumlahnya lebih dari 30. Ke depan ada juga lagi yang antre 30 (negara). Jadi, kondisi krisis ini untuk emerging developing country sangat real," kata Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
Ia juga mengakui bahwa putusan MK pada 2021 lalu sangat mempengaruhi perilaku dunia usaha yang seluruhnya masih menunggu kelanjutan dari implementasi UU Cipta Kerja. Pemerintah sudah mengatur budget defisit pada 2023 kurang dari 3 persen.
"Sementara di sisi lain, tahun depan kami menargetkan investasi sebesar Rp1.200 triliun. Oleh karena itu kepastian hukum perlu diadakan," tutur dia lagi.
Dalih lain yang disampaikan oleh pemerintah yaitu Ukraina dan Rusia masih berperang sehingga dampaknya terasa hingga ke Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan situasi itu dianggap sudah cukup genting bagi pemerintah untuk mengeluarkan Perppu.
Saking gentingnya, Jokowi hanya mengabarkan soal penerbitan Perppu ini kepada Ketua DPR Puan Maharani melalui telepon. Padahal, idealnya Perppu ini harus dibahas lebih dulu bersama parlemen.
Lalu, apakah Perppu tersebut akan langsung berlaku? Apa saja poin-poin dari Perppu tersebut?
1. Menko Mahfud akui lama bila proses koreksi UU Cipta Kerja harus dibahas lagi dengan DPR
Lebih lanjut, pemerintah mulai menunjukkan alasan sesungguhnya mengapa memilih untuk mengeluarkan Perppu ketimbang membuat undang-undang baru dan dibahas dari awal. Mahfud mengakui, butuh waktu yang lebih lama untuk memperbaikan ulang UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Karena ada kebutuhan yang mendesak untuk bisa menyelesaikan masalah hukum secara cepat dengan undang-undang, tetapi undang-undang yang dibutuhkan untuk itu belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum," ungkap Mahfud MD di Istana Kepresidenan ketika memberikan keterangan pers pada Jumat (30/12/2022).
Ia menambahkan, situasi kekosongan hukum itu tidak bisa dibahas melalui prosedur normal karena akan memakan waktu yang lebih lama.
"Karena kan harus melalui (pembahasan) tahap 1 sekian lama, lalu tahap 2 dan seterusnya. Oleh sebab itu, pemerintah memandang ada cukup alasan untuk menyatakan bahwa diundangkannya Perppu nomor 2 tahun 2022 ini didasarkan pada alasan yang mendesak," kata dia.
Sementara, menurut ahli hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti, tidak ada kegentingan yang dirasakan di Tanah Air sehingga pemerintah harus mengeluarkan Perppu.
Ia juga menyebut keadaan mendesak bukan datang dari luar Indonesia. Desakan itu muncul dari pengusaha yang gamang lantaran tak ada kepastian terkait implementasi UU Cipta Kerja.
"Karena bedakan antara desakan pengusaha, kegentingan pengusaha, dengan kegentingan yang diisyaratkan dalam pasal 22 UUD 1945. Aturan itu kan yang dijadikan dasar untuk mengeluarkan Perppu. Kalau dilacak pasal 22 UUD 1945 dibuat karena ada situasi yang dialami oleh Indonesia sendiri," ungkap Bivitri ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Jumat, (30/12/2022).
Ia memberikan contoh negara terdekat Indonesia berperang sehingga dampaknya terasa hingga ke Tanah Air, maka DPR nya tidak bisa menggelar sidang. Sementara, bila tahun depan terjadi resesi ekonomi, parlemen tetap bisa menggelar sidang dan membahas undang-undang.
"Jadi, kegentingan memaksa seperti yang dibayangkan oleh pembuat UUD dan para pendiri bangsa ini, situasi ini gak ada sebenarnya. Karena resesi ekonomi tidak tepat dijadikan alasan untuk mengeluarkan Perppu. Kan tidak tiba-tiba hari ini resesi lalu keesokan harinya negara ini akan bangkrut," ujarnya.
Ia juga menduga kuat sejak awal pemerintah tidak memiliki itikad baik dengan menerbitkan Perppu di hari terakhir kerja tahun 2022. "Mungkin untuk meredam aksi protes yang mungkin terjadi itu makanya diumumkan di suasana sedang libur," katanya.