Jakarta, IDN Times - Industri media saat ini sedang dihantam gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal itu tidak lepas dari urusan dapur terkait iklan sebagi sumber keberlangsungan hidup media.
Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat menyebut, ada pergeseran belanja iklan dari media mainstream ke media sosial. Sehingga terjadi efisiensi di industri media dan berujung PHK.
“Income gak masuk karena agen iklan itu akan mendatangi, mengintip calon pembeli yang banyak. Calon pembeli sebagian banyak sudah diambil alih medsos. Dengan pemain besar google dan sebagainya,” kata Komaruddin dalam diskusi ‘Peran Pers dalam Membangun Demokrasi dan Supremasi Sipil’, Senin (9/6/2025) malam.
“Dengan handphone di tangan, sekarang gak perlu nonton tv, baca surat kabar, rakyat saat ini seperti dapat mainan baru. Apa saja ada, dari tontonan hiburan drama dan semacamnya sehingga iklan lari ke sana, kemudian termasuk tv tradisional berkurang akhirnya dia tidak bisa produksi yang berkualitas dan tidak bisa membiayai karyawan dan akhirnya muncul PHK,” lanjutnya.
Sementara itu, media harus berperang dengan buzzer, terutama media sosial yang sedang mengagendakan narasi di masyarakat. Ini juga menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Dewan Pers untuk memperjelas batasan-batasan di media sosial demi memberikan informasi yang benar.
“Karena rambu-rambu yang belum jelas kemudian muncul buzzer, tentu rakyat akan menyadari, tapi itu butuh waktu yang cukup lama. Apalagi, bagi masyarakat di bawah itu kan tidak tahu soal itu,” ujarnya.