Jakarta, IDN Times - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, angkat bicara untuk merespons putusan MK yang membuat terobosan dengan menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential treshold (PT) 20 persen. Dalam pandangan Mahfud, putusan nomor 62/PUU-XXII/2024 itu merupakan landmark decision yang memuat penemuan hukum baru.
"Ini bagus karena MK telah melakukan judicial activism untuk membangun keseimbangan baru dalam ketatanegaraan kita," ujar Mahfud yang dikutip dari akun media sosialnya, Jumat (3/1/2025).
Judicial activism dimaknai filsafat yudisial yang menyatakan pengadilan dapat dan harus melampaui hukum yang berlaku untuk mempertimbangkan implikasi sosial yang lebih luas dari keputusan mereka. Mahfud menyebut, putusan yang dibacakan oleh hakim konstitusi pada Kamis kemarin harus diterima dan ditaati karena dua alasan.
"Pertama, karena adanya dalil bahwa putusan hakim yang sudah inkracht itu mengakhiri konflik dan harus dilaksanakan. Kedua, karena treshold atau ambang batas selama ini sering dimanfaatkan untuk merampas hak rakyat maupun partai politik untuk memilih atau dipilih," kata guru besar hukum tata negara di Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta itu.
Ia pun menyadari gugatan menyangkut penghapusan ambang batas presiden sudah dilayangkan ke MK hingga puluhan kali. Sejumlah pihak seperti Effendi Gazali, Rizal Ramli hingga Denny Indrayana sudah pernah melayangkan gugatan serupa ke MK.
"Tetapi, selalu ditolak karena alasan itu masuk ke dalam ruang open legal policy (OPL), yang menjadi kewenangan lembaga legislatif dan tak bisa ditentukan atau dibatalkan oleh MK," tutur dia.
Apa yang jadi pertimbangan hakim konstitusi kali ini hingga mengabulkan gugatan yang diajukan oleh empat mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta?