Guru besar UI dan Romo Magnis saat Seruan Salemba, Kamis (14/3/2024) (IDN Times/Maulana Ridhwan)
Sempat tidak disetujui orang tuanya karena sedang terpuruk, Franz Magnis memilih bersekolah di Kolese Yesuit di St. Blasien dan lulus pada 1955. Setelahnya, Romo Magnis bergabung dengan Ordo Yesuit dan mendedikasikan dirinya sebagai rohaniawan muda Katolik.
Selama dua tahun pertama di Ordo Yesuit, Romo Magnis fokus pada pengembangan spiritualnya di Neuhauseun. Ia juga menekuni studi filsafat di Philosophische Hochschule, dekat München hingga 1960.
Satu tahun sebelum menyelesaikan pendidikannya, Romo Magnis berhasil memperoleh gelar akademik Bakalaureat dalam bidang filsafat. Setelah menyelesaikan studi di Philosophische Hochschule, ia mendapatkan gelar Lizentiat.
Pada 1961 menginjak usia 25 tahun, Romo Magnis memutuskan berangkat ke Indonesia untuk memulai tugasnya sebagai misionaris Ordo Yesuit.
Setibanya di Indonesia, ia menggeluti studi dalam bidang filsafat dan teologi. Selama enam tahun berada di Indonesia, ia aktif sebagai pastor sebelum akhirnya dikirim untuk melanjutkan studi di Jerman, demi meraih gelar doktor dalam bidang filsafat.
Pada 1969, bersama dengan beberapa rekan dan Ordo Fransiskan, Romo Magnis berinisiatif mendirikan sebuah perguruan tinggi filsafat. Perguruan tinggi ini kemudian diberi nama Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, yang merupakan upaya untuk meneruskan warisan ahli filsafat Nicolaus Driyarkara SJ.
Romo Magnis, selain menjadi Guru Besar Filsafat di STF Driyarkara Jakarta, pernah menjabat sebagai dekan dan Rektor Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Ia juga produktif dalam menulis, dengan beberapa karyanya yang terkenal di antaranya adalah "Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern" (1991), "Manusia Seutuhnya: Sebuah Refleksi Filsafat tentang Manusia" (1977), "Filsafat Pancasila: Dari Realitas Menuju Cita-cita" (1987), "Kebudayaan dan Politik: Etika Pembangunan di Indonesia" (1992), dan "Membangun Demokrasi: Etika Politik di Indonesia Masa Kini" (2001).
Pada 1977, Romo Magnis secara resmi memperoleh kewarganegaraan Indonesia dan memilih berkarya sebagai pengajar. Dedikasinya dalam bidang pendidikan membawanya menjadi dosen di beberapa universitas terkemuka di Indonesia.
Pada 1 April 1996, ia diangkat sebagai Guru Besar filsafat di STF Driyarkara. Penghargaan Bintang Mahaputera Utama diberikan oleh Presiden RI pada 2015, sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 83/TK/Tahun 2015 tanggal 7 Agustus 2015.
Pada 2022, Romo Magnis menjadi sorotan saat memberikan kesaksian sebagai ahli dalam persidangan kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) pada 26 Desember 2022, di mana ia hadir sebagai saksi ahli dari pihak Bhatrada Richard Elizer (Bharada E).