PSI: DPR Jadi Ambyar Gegara Azis Syamsuddin Terseret Suap Penyidik KPK

Jakarta, IDN Times - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengatakan, dugaan keterlibatan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dalam perkara suap yang dilakukan Wali Kota Tanjungbalai kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, benar-benar melukai hati publik.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen (Pol) Firli Bahuri menyebut, Azis ikut memfasilitasi pertemuan salah satu penyidik, Stepanus Robin Pattuju, dengan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial. Pertemuan itu diduga terjadi pada Oktober 2020 lalu di rumah dinasnya di kawasan Jakarta Selatan.
"Ini kasus yang benar-benar melukai hati kita semua. Seorang wakil ketua DPR memfasilitasi pertemuan pihak-pihak yang diduga melakukan persekongkolan terlarang," ujar politikus PSI Faldo Maldini melalui keterangan tertulis, Rabu (28/4/2021).
Justru, katanya lagi, citra DPR semakin ambyar dan lekat dengan sarang makelar politik kelas kakap. Ia menilai, tidak ada alasan bagi Azis tak mengetahui apa saja pantangan yang harus dipatuhi oleh penyidik komisi antirasuah.
KPK secara jelas membuat peraturan internal yang melarang penyidik dan pihak yang akan diperiksa bertemu. Selain itu, dulu Azis juga pernah lama bertugas di Komisi III yang mitranya adalah komisi antirasuah.
Dari pertemuan itulah kemudian diduga berujung pada transaksi penyuapan yang dilakukan Syahrial kepada Robin. Berdasarkan keterangan dari KPK, total uang suap yang diterima dan masuk ke 'kantong' Robin sebesar Rp1,3 miliar.
Lalu, bagaimana sikap Mahkamah Dewan Kehormatan (MKD) DPR usai mengetahui KPK turut menyebut nama Azis?
1. Mahkamah Kehormatan Dewan DPR didesak untuk mengambil tindakan
Menurut Faldo, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) punya peran strategis. Citra DPR, kata Faldo, harus segera diselamatkan.
"Bahaya bila kepercayaan masyarakat semakin merosot terhadap DPR. Pemerintahan akan semakin tidak efektif. Apalagi ini yang diduga melanggar kode etik adalah pimpinan," ujarnya lagi.
Di periode sebelumnya, Faldo mencatat dua pimpinan DPR juga tersandung pelanggaran kode etik. Salah satunya adalah Setya Novanto yang kini mendekam di Lapas Sukamiskin karena terbukti melakukan korupsi proyek pengadaan KTP Elektronik.
"Ini jadi momentum buat MKD mengembalikan kepercayaan publik," tutur dia lagi.