Meski demikian, calon kepala daerah yang ditetapkan tersangka oleh KPK ternyata tetap dapat menjalani kampanye untuk pemilihan kepala daerah 2018.
"Mereka tidak apa-apa tetap ikut kampanye maupun debat, sebab mereka yang menjadi tersangka-kan tetap menjadi calon kepala daerah. Soal mereka hadir atau tidak hadir atau diatur dengan cara lain, ya, silakan saja, sepanjang tidak melanggar ketentuan," ujar Arief.
Jika Paslon tidak ikut debat publik, mereka bisa mendapatkan sanksi. Hal ini tertuang dalam Pasal 22A Ayat (1) dituliskan dalam hal Pasangan Calon terbukti secara sah menolak mengikuti debat publik atau debat terbuka antarpasangan calon, pasangan calon dikenai sanksi berupa:
a. Diumumkan oleh KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota bahwa Pasangan Calon yang bersangkutan menolak mengikuti debat publik atau debat terbuka; dan
b. Tidak ditayangkannya sisa iklan Pasangan Calon yang bersangkutan terhitung sejak Pasangan Calon tidak mengikuti debat publik atau debat terbuka.
"Iya tetap wajib (kampanye dan debat), tapi bukan oleh yang ditahan KPK tetapi oleh pasangannya yang status bebas. Kalau di NTT, Lampung Tengah, Jombang, dan Subang, berarti wakilnya yang akan kampanye dan debat," tutur Titi.
Menurutnya, jika tidak mengikuti kampanye Paslon dikenakan denda. Dalam UU No.8 tahun 2015 Pasal 191 Ayat (1) tertulis, Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan pasangan calon sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara.
"Bisa dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 60 bulan dan denda paling sedikit Rp 25 miliar dan paling banyak Rp 50 miliar," kata Arief Budiman.